Dosen
Pembimbing :Mukhlis Fahruddin,M.Pd.
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Pemikiran Pendidikan Islam
Semester
Ganjil Tahun Ajaran 2012/2013
Disusun
oleh:
1. Arif Mutohir (11110110)
2. Helmi Muhammad (11110106
)
3. Widya Rahmawati ( 11110181)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, Taufik
Serta Hidayah-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah yang
berjudul “Pemikiran Pendidikan Al-Qabisi”
ini tepat pada waktunya.
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu,ucapan terima kasih kami kepada :
1. Mukhlis
Fahruddin, M.Pd. selaku dosen pembimbing kami dalam pembuatan makalah ini.
2. Teman-teman
kelas E yang telah bersedia membantu dan mendukung penyusunan makalah ini.
3. Semua
pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.Amin.
Malang,
19 September 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak awal
perkembangan pendidikan silam telah berdiri tegak di atas dua sumber pokok yang
amat penting yaitu Al-qur’an dan sunnah nabi muhammad Saw. Di dalam kitab suci
ini terkandung ayat-ayat mufashalaat (terinci) dan ayat-ayat mubayyinat (yang
memberikan buki-bukti kebenaran) yang mendorong kepada manusia untuk belajar
membaca dan menulis serta untuk menuntut ilmu, memikirkan, merenungkan dan
menganalisis ciptaan langit dan bumi. Oleh karena itumaka tujuan dakwah
islamiya adalah untuk memberi cahaya terang kepadahati nurani dan pikiran serta
menambah kemampuan umat islam dalam melakukan proses pengajaran dan pendidikan.
Karena Rasullah sendiridi utuspertama-tama untuk menjadi pendidik dan beliau
adalah guru yang pertama dalam islam.
Walaupun
sasaran, metode dan tujuan-tujuan pendidikan islam sangat berbeda dengan apa
yang terdapat dalam pendidikan umum, karena pendidikan islam berlandaskan pada
Al-qur’an dan sunnah Rasul-Nya, tetapi sistem pendidikan selalu mengkaitkan
pola dan sistem pendidikan umum. Pada dasarnya pola pelaksanaan pendidikan
islam yaitu untuk menciptakan kondisi kehidupan yang ideal bagi manusia
dalam mrncapai kesatuan hidup sosial
sekaligus pembersihan ruh (jiwa), menumbuhkan kecerdasan pikiran, memperkuat
jasmani demi mendapat keridhoan dari Allah Swt.
Pada hakekatnya
agama islam adalah agama yang mendasarkan kepada persamaan dan tasamuh
(toleransi), kebebasan, kasih sayang antara sesama manusia, mengajarkan amar
ma’ruf dan nahi mungkar. Dari aspek inilah pendidikan islam berkembang dengan
jiwaagama yang didasarkan pada rasa takut kepada Allah Swt, dan ia berani
menghadapi kesulitan hidup dengan berfikir matang.Dalam pendidikan islam
dikenal pengertian interaksi seperti yang dikenal oleh para pemikir aliran
empirisme-eksteralisme akan tetapi pendidikan islam mengenal adanya interaksi
yang tidak mempertentangkan antara perbuatan seseorang yang berkaitan dengan
hak-hak asasi terhadap kebebasan berkehendak. Perdaban islam berdiri diatas
landasa ilmu dan iman yang kokoh yaitu ilmu yang manfaat yang memberikan
kebajikan kepada manusia seluruhnya an iman yang kuat kepada Allah Swt sebagai
pencipta langit dan bumi. Ilmu dan iman itu merupakan landasan kuat bagi
pembangunan masyarakat yang sejahtera di dunia dan diakhirat kelak.
Dalam
pembahasan kali ini penulis Lebih terfokus pada pendidikan islam zaman klasik terutama
pemikiran-pemikiran tokoh islam yangcukup masyhur (terkenal) saat itu, terhadap
bagaimana pendidikan islam mampu merealisasikan ketenangan dan kemantapan jiwa
anak dalam upaya pengembangan potensi yang dimiliki olek anak didik dan
pemahaman terutama hal-hal yang berkaitan dengan agama. Salah satu tokoh islam
yang terkenal pada zaman klasik salah satunya yaitu Al-Qabisi yang mempunyai
nama lengkap Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Khalaf Al-Qabisi yang lahir pada
abad ke-3 H tepatnya tahun 224 H. Disini akan dikupas tentang masalah sejarah
Al-qabisi, pemikirannya, pandangannya terhadap pendidikan saat itu serta
kritik-kritik tokoh lain terhadap Al-qabisi pada masanya. Dalam pembahasan
dalam bab selanjutnya semoga mudah difahami tentang salah satu tokoh islam ini,
khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya untuk pembaca. Akhiirnya kepada
Allah kita memohon petunjuk agar dapat berhasil dalam melaksanakan sistem dan
pola pendidikan islam.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang adadi atas
maka penulis memberikan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Riwayat Kehidupan dan Biografi Al-Qabisi
2. Bagaimana Riwayat pendidikan Al-Qabisi
3. Bagaimana konsep pemikiran Al-qabisi tentang pendidikan
1.3 Tujuan
Dari berbagai rumusan masalah yang
ada di atas, maka penulis mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa/i mampu memahami Riwayat Kehidupan dan Biografi
Al-Qabisi
2. Agar mahasaswa/i dapat memahami Riwayat pendidikan Al-Qabisi
3. Agar mahasiswa/i mampu memahami konsep pemikiran Al-qabisi
tentang pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Al-Qasibi
Al-Qabisi adalah salah satu tokoh ulama ahli hadis dan seorang
pendidik yang ahli, yang hidup pada tahun 324-403 H, tepatnya dikota Qaeruan,
Tunisia. Kehidupan Al-Qabisi, Karel Brockelman menyatakan bahwa menurut Ibnu Khalikan dan Asy-Susyuti dalam kitab
“Thabaqat Al- Huffaz”. jugamengutip dari Ibnu Ahmad dalam kitabnya “syadzarat
ad-Dzahab”. Mengatakan nama lengkap Al-Qabisi Adalah Abu Hasan Ali bin Muhammad
bin Khalaf Al-Qabisi, lahir pada bulan rajabtahun 224 H Atau 13 Mei 1936 dikota
Qaeruan.Ia pernah merantau kenegara-negara timurpada 353H atau 963 M selama 5
tahunkemudian kemval kenegeri asalnya dan meninggal dunia pada 3 Robiul Awwal
403 H atau pada tanggal 23Oktober 1012 M.[1]
Semasa kecil dan
remajanya belajar di Kota Qairawan. Ia mulai mempelajari Al-Qur’an, hadits,
fikih, ilmu-ilmu bahasa Arab dan Qira’at dari beberapa ulama yang terkenal di
kotanya. Di antara ulama yang besar sekali memberi pengaruh pada dirinya adalah
Abu Al-‘Abbas Al-Ibyani yang amat menguasai fikih mazhab Malik.
Al-Qabisiy pernah mengatakan tentang gurunya ini: “saya tidak pernah menemukan
di Barat dan di Timur ulama seperti Abu al-‘Abbas. Guru-guru lain yang
banyak ia menimba ilmu dari mereka adalah Abu Muhammad Abdullah bin
Mansur Al-Najibiy, Abdullah bin Mansur Al-Ashal, Ziyad bin Yunus Al-Yahsabiy,
Ali Al-Dibagh dan Abdullah bin Abi Zaid.[2]
Al-Qadhi’iyah
pernah mengatakan bahwa Abu Hasan ini bukanlah berasal dari kafilah Al-qabisi,
tetapi karena pamannnya mengenakan surba dikepalanya rapat-rapat yang
bertentangan dengan kebiasaan orang Qabisi, maka ia diberi nama Al-qabisi.
Sebenarnya ia adalah penduduk Qaeruan. Pendapat ini sesuai dengan keterangan
As-Shafdi yang menyatakan bahwa nama Al-qabisi itu diberikan kepadanya karena
karena pamannya mengenakan surbanterlalu ketat dikepalanya.[3]
Barangkali Al-Qabisi
bukan dari keturunan ulama yang termasyhur, atau bangsawan ataupun hartawan sehingga
asal keturunannya tidak banyak digambarkan sejarah, namun namanya terkenal
setelah ia menjadi ilmuan yang berpengaruh dalam dunia Islam.
Dengan
memperhatikan apakah ia bersuku Qabisi atau pun Qaeruan, yang jelas bahwa dia
dikenal sebagai orang yang tinggaldi qaeruan. Dan ia pernah pergi haji ke tanah
suci lalu kembali pulang kenegerinya. Dia juga pernah tinggal dimesir bebrapa
waktu lamanya, serta berguru pada seorang ulama di Iskandariyah. Dia
memperdalam ilmu agama, Al-hadist dari ulama-ulama terkenal di Afrika utara,
sepertiAbul Abbas Al-Ibyani dan Abul Hasan bin Masrur Ad-Dibaghi, dan Abu
Abdillah bin Masrur Al-Assaali dan sebagainya. Para pengamat Aliran Al-qabisi
sepakat bahwa dia adalah ulama yang hafal hadist yang terkemuka dalam ilmu ini,
dan alim dalam matan-matan dan sanad-sanad Al-hadis sehingga dikenal sebagai
ulama yang shaleh, taqwa dan wira’i.
Ia mengintegrasikan
antara ilmu dan ibadah, yang takut kepada Allah, berbudi halus bersih jiwanya
dan pecinta orang fakir. Pada zamannayia terkenal sebagai ulama yang menonjol,
di mana ia gemar berpuasa, shalat tahuajud waktu malam, berwatak qana’ah
(menerima apa adanya), berhati halus terhadap orang-orang yang menderita
musibah dan ia sendiri tahan dan sabar terhadap segala penyakit yang menimpa
dirinya. Pada waktu ia tinggal di Qaeruan, mahzab maliki berkembang pesat
diwilayah afrika utara maka dari itu Al-qabisi belajar kepada guru-guru yang
bermadzab maliki, sampai ia menjadi orang yang ahli fiqih, ahli hadist
bermadzab maliki ini. Salah satu karya tulisannya yang berkaitan dengan topik
yang kita bahas disini adalah kitab “
Ahwal Al-Muta’alimin wa Ahkam Al-Mu’allimin wal Muta’alimin.[4]
Al-Qabisi hidup dalam
kondisi sosial keagamaan yang semarak dan sangat mantap dengan mempelajari,
menyebarluaskan dan mengajarkannya. Dimana lebih banyak diwarnai aliran Mazhab
Maliki, satu aliran yang tergolong Ahlussunnah, sehingga tuntutan masyarakat dalam bidang pendidikan cenderung
pada masalah-masalah keagamaan.
Dunia pendidikan diwaktu itu banyak diwarnai oleh pemikir Islam
klasik yang konsen terhadap masalah pendidikan yaitu Ibnu Sahnun, dengan
karyanya bernama "Adabal al-Mualllimin" sebuah kitab kecil tentang
pendidikan yang akhirnya nanti, banyak mempengaruhi pemikiran Al-Qabisi.
Al-Qabisi merupakan seorang ulama yang produktif dalam mengarang
kitab-kitab. la menghasilkan 15 karya dalam bidang fiqh maupun hadist,
diantaranya al-Mumahid fi al-Fiqh dan al-I'tiqadat.
Sedangkan karyanya dalam bidang pendidikan berjudul:
"al-Mufassal li Ahwal al-Mutha' alaimin wa Ahkam al-Maulimmin wa
al-Muta'allamin', sebuah kitab rincian tentang keadaan para pelajar, serta
hukum-hukum yang mengatur para guru dan pelajar. Kitab ini terdiri dari 80
halaman dan dibagi ke dalam 3 juz.[5]
Dalam hubungannya dengan nama kitab tersebut, Dr. Al-Ahwani
membenarkannya, bahwa kitab ini adalah merupakan rincian perilaku murid dan
hukum-hukum yang mengaturpara guru dan murid, “ maka jelaslah bahwa dengan
menyebutkan nama kitab tersebut, membuktika bahwa kitab ini merupakn salah satu
kitab yang terkenal dibidang ilmu pendidikan islam pada abad ke-4 H dan
sesudahnya.[6]
Beberapa
kondisi mengenai kehidupannya sejak dia
dilahirkan sanpai menjadi ulama ahli hadistyang terkenal ada beberapa
diantaranya:
1. Kondisi ilmiah dan Perkembangan Ilmiah pada Masa Al-Qabisi
Al-Qabisi adalah
merupakan cerminyang tepat bagi masanya. Ia menjadi seorang ahli hadist dimana
pengaruhnya besar sekali dalam lingkungan kehidupan masyarakat islam yang utuh.
Pada masa itu ada dua madzab yang berpengaruh terhadap cara berfikir islam
terutama setelah kaum muslimin menetap benar-benar dinegara-negara Maghribi
(afrika utara), dengan kota Qaeruan menjadi pusat perkembangan ilmu diwilayah
itu.
Masyarakat afrika
pada umumnya menganut madzab maliki, karena madzab ini berkembang pesat sekali,
disamping madzab ini cukup cocok didaerah itu, sehingga akar-akar madzab ini
menancap kuat dibumu magribi dan mempunyai cabang-cabang yang subur
padapertengahan abad ke-3 H.[7]
Karena madzab ini dianggap cocok terhadap pola pikir oleh masyarakat afrika utara
saat itu, sehingga mereka berpegang kuat-kuat terhadap nash-nash agama dan
tidak ingin melanggarnya.
Dengan sikap
demikian, mereka lebih dekat dengan langkah-langkah para ulama fiqih dan ahli
hadist, dan madzab ini sebanding dengan madzab ahli fikir dan qiyas.
Sesungguhnya madzab maliki telah tersebar luas dikawasan sebelah utara benua
afrika. Dengan demikian maka penduduk negara-negara islam dikawasan tersebut
terdiri dari penganut madzab maliki dalam fiqihdan hadist, madzab ini yang
akhirrnya berpengaruh dalam aliran Al-qabisi yang mereka pilih untuk didikuti,
dan disebarkan dikawasan afrika utara ini.[8]
Ketiki aliran paham
pendidikan berlawanan dengan aliran paham filsafat, akal dan agama yang di
ikuti oleh para pemimpin umatdan filosof saat itu, maka madzab al-qabisi dalam
paham pendidikan menjadi cermin yang terpercaya darikehidupan lingkungan
sekitar dengan menunjukkan jalan yang jelas tentang dasar-dasar yang dipedomani
pada zamannya di wilayah afrika utara.[9]
2. Kurikulum Menurut Madzab Al-Qabisi dan Pengaruhnya
Terhadap Madzab Agama
Al-Qabisi
sebagai ahli fiqih dan hadis mempunyai pendapat tentang pendidikan yaitu
mengenai pengajaran anak-anak di khuttab-khuttab. Barang kali pendapatnya
tentang pendidikan anak-anak ini merupakan tiang yang pertama dalam pendidikan
islam dan juga bagi pendidikan umat yang lainnya. Al-qabisi tidak menentukan
usia tertentu untuk menyekolahkan anak dilembaga khuttab. Oleh karena
pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tuanya semenjak mulai anak dapat
berbicara fasih yakni pada usia mukkalaf yang wajib diajar bersembayang
(menurut hadist nabi). Rasulullah Saw bersabda: “perintahkanlah anak-anak
kalian untuk mengerjakan shalat paa waktu usia tujuh tahun dan pukullah mereka
pada usia sepuluh tahun”. Dari sabna nabi tersebut dapat didsimpulkan bahwa pendidikan
islam dimulai pertama-tama yakni dirumah.
Anak-anak
yang belajar dikhuthab mula-mula di ajar menghafal Al-qur’an lalu di ajar
menulis, dan pada waktu dhuhur mereka pulang ke rumah masing-masing untuk makan
siang, kemudian kembali lagi ke khuttab untuk belajar lagi sampai sore
hari. Anak-anak yang belajar di khuttab
berlangsung sampai masa akil baligh, yang mempelajari berbagai ilmu seperti
Al-Qur’an, tulis menulis, nahwu, dan bahasa arab, juga sering belajar ilmu
hitung dan syair serta kisah-kisah arab.metode pengajaran dengan mengerjakan
tugas berulang kali disertai dengan hafalan, tolog menolong antara satu dengan
yang lain untuk memantapkan hafalan, antara lain dengan menggerakkan tangan
untuk menuliskan apa yang dihafal, memfungsikan mata untuk mengamati dan
membaca, serta penggunaan daya menghafal dan mengingat, kemudian anak disuruh
menunjukkan hasilnya dihadapan guru.[10]
Diantara
pendapat Al-qabisi ialah bahwa agama itu mempersiapakan anak untuk kehidupan
yang serba baik, dan baginya kurikulum pendidikan dapat dibagi menjadu dua
kategori yakni kurikulum ijbari (wajib) dan kurikulum ikhtiyari (tidak wajib)
sebagai berikut:
a) kurikulum Ijbari
kurikulum yang
terdiri dari pada kandungan ayat-ayat Al-qur’an seperti sembayang dan doa-do’a.
Sebagian para ahli mengatakan bahwa ilmu nahwu dan bahasa arab, keduanya
merupakan persyaratan mutlak nutuk memantapka dalam membaca Al-qur’an,tilawah,
menulis dan hafalan.[11]
b) Kurikulum Ikhtiyari
Kurikulum ini berisi ilmu hitung, dan seluruh
ilmu nahwu, bahsa arab, syair, kisah-kisah arab.
Menurut pandangan ibnu khaldunbahwa kurikulum
yang berkembang di kawasan afrika utara dan di negara islam lain, mengalami
pernedaan karena perbedaan geografis, yang kadang-kadang berkisar pada permasalahan bentuk dan
sistemnya. Metode yang pertama diatas jika di tinjau dari segi pendidikan
modern ada;ah lebih baik dan lebih berdaya guna karena seluruh kawasan negara
islam dengan tanpa syarat menyetujui caramendidik dengan mendahulukan
pengajaran Al-qur’an beserta dengan keharusan mengajar baca dan tulis, nawu
serta bahasa arab.
Jika memperbandingkan kurikulum yang
ditetapkan Alkhutab pada abad ketiga hijriyah dengan yang di ajarkan
diAl-khuttab pada abad-abad kemudian, maka tidak menemukan perbedaanya esensi
keberhasilanya terletak pada sikap taat dengan taklid (mengikuti tanpa kritik).
Al-Qabis tidak mau menerima perilaku yang merendahkan Al-Qur’an dan ia memohon
perlindungan kepada tuhan dari [erilaku seperti itu, Al-qabisi memberikan garis
agar orang islam meninggalkan jauh perilaku yang hina, karena jika sampai
terjadi penghinaan terhadap Al-qur’an maka pasti terjadi kerusakan yang
merajalela.
Adapun kondisi lingkungan hidup sosial-budaya
paada masa Al-Qabisi adalah bersifat keagamaan yang mantap sehinggatdak
memungkinkan timbulnya paham Atheisme dam Materialisme 9 seperti sekarang yang
kita saksikan). Maka dari itu Al-Qur’an dan shalat beserta segenap ilmu yang
berkaitan dengan pemahamannya dikenal,oleh setiap orang islam, ari usaha
memotivasi sampai kegiatan mempelajari ilmu-ilmu itu.[12]
Al-qabisi memperkuat dan mengabadikan sistem
yang demikian itu karena menjadi gambaran yang benar dari semangat zaman-Nya.
Al-Qabisi bersama-sama ulama fiqih dan ahli hadis pada masa itu telah berusaha
menerangkan dan memberi pandangan kepada kita tentang kurikulum ijbari (wajib)
yang menyatakan bahwa Al-qur’an dalah kalam Allah yang menjadi sumber hukum dan
tasnya tidak menderyri’. Ia menjadi referensi khususnya kaum muslimindalam
masalah ibadah dan muamalat. Allah mendorong semangat untuk beribadah dengan
membaca Al-qur’an sebagai berikut:
اِنَّ الَّذِيْنَ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَ اَقَامُوْا الصَّلَوةَوَ
اَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَ عَلَانِيَةً يَّرْجُوْنَ تِجَارَةً لَنْ
تَبُوْرَ
“Sesungguhnya orang-orang yang membaca kitab
allah dan mendirikan sembayang dan membelanjakan hartanya ke jalan allah
setengah dari apa yang kami rezekikan kepada mereka baik dengan cara diam-diam
(rahasia) maupun dengan cara terang-terangan mereka mengharapka usaha dagangnya
tidak menderita kerugian (Q.S. fatir: 29).
Al-qabisi sebagai ahlifiqih dan hadis
memandang bahwa lebih baik diajarkan Al-Qur’anlebih dahulu pada anak sejak dini
yakni dengan syair dan bahasa arab seta ilmu berhitung. Al-Qabisi mensyaratkan
pengajaran Al-Qur’an dengan tartil yang baik dan tajwidnya, waqafyang tepat,
mengambil contoh dari pembaca yang bagus. Al-qaisi mengutip pendapat Ibnu
sachnun bahwansanya kita mengajar anak-anak bagaimana mengikrabkan Al-qur’an ,
anak harus dibiasakan dengan menaruh syakal, menghafal alfabet arab dan belajar
tulisan indah.
Dlam kurikulum Al-Ijbari menurut pandangan
Al-qabisi bahwa pelajaran yangwajib trdiri dari:
1. Al-Qur’an al Karim
2. shalat doa-doa
3. menulis dan nahwu, dan
4. sebagian bahasa arab.[13]
Karena ilmu ini mendidik budi pekerti anak
da;lam mencintai agama serta mengajarkan anak hidup dijalan yang terpuji.
2.2
Riwayatpendidikan Al-Qabisi
Sebagaimana
lazimnnya para pelajar muslim pada masa kerajaan Islam dalam mencari ilmu
pengetahuan, yaitu dengan berpindah-pindah tempat belajar dan mencari sejumlah
guru dengan disiplin ilmu yang berbeda pula. Tak terkecuali al-Qabisi yang
hidup pada zaman keemasan Islam ketika itu. Dengan demikian tidak mengherankan
jika ulama terdahulu memiliki banyak disiplin ilmu pengetahuan.
Di Kairawan Afrika
beliau belajar kepada sejumlah ulama ternama di antaranya:
• Abul 'Abbas
at-Tamimy (w.352 H) seorang ahli fiqih yang bermazhab Syafi'i dari kota
Tunisia. Darinyalah al-Qabisi mendapat sejumlah nama-nama guru, baik dari Timur
maupun dari Barat dunia Islam tempat beliau melanjutkan rihlah ilmiah nantinya.
• Ibnu Masrur ad-Dibagh
(w.359 H)
• Abu 'Abdillah bin
Masrur al-'Assal (w.346 H), seorang faqih yang bermazhab Maliki di Kairawan.
• Ibnu al-Hajjaj
(w.346 H)
• Abul Hasan
al-Kanisyi (w.347 H), seorang ulama yang disegani karena kewara'an dan kemulian
pribadinya.
• Durras bin Ismail
al-Fasi (w.357 H), seorang faqih yang berhaluan Asy'Ary dalam Theologi
• Ibnu Zakrun,
seorang faqih yang zuhud dan seorang ulama yang produktif dalam menulis
berbagai kitab tentang ilmu Tasawuf.(w.370 H)
• Abu Ishak
al-Jibinyani (w.369 H) seorang ulama yang terkenal karena permohonannya.
Di Afrika kelihatannya al-Qabisi banyak belajar tentang ilmu fiqih dan akhlak. Oleh
karenanya, pada tahun 352 H bertepatan dengan 963 M al-Qabisi berangkat ke
Timur tepatnya tanah Hijaz dan Mesir. Tujuan utama adalah menunaikan haji, di
samping belajar mencari ilmu pengetahuan. Disana beliau belajar kepada sejumlah
guru, diantaranya:
•
Abul
Qasim Hamzah bin Muhammad al-Kinani, seorang 'alim dari Mesir, dari ulama ini
al-Qabisi belajar kitab hadist An-nasa'i
•
Abu
Zaid Muhammad bin Ahmad al-Marwazi seorang ulama Mekkah, darinya al-Qabisi
mempelajar kitab Shahih al-Bukhory
•
Abul
Fath bin Budhan (w.359) ulama Mesir ahli qiraah
•
Abu
Bakar Muhamma bin Sulaiman al-Nu'ali, seorang ulama terkenal di Mesir, dari
beliau al-Qabisi banyak mengambil teladan
•
Abu
Ahmad Muhammad bin Ahmad al-Jurjani salah seorang ulama perawi Shahih Bukhary
• Abu Dzar al-Harwi
(w.434 H), seorang faqih Maliki yang terkenal dengan karyanya Musnal al-Muwaththa' darinyalah
al-Qabisi mempelajari hadist Imam Maliki dengan kitabnya al- al-Muwaththa'[14]
Pada tahun 357H/967M beliau pulang ke Kairawan
untuk menerapkan ilmu yang telah dikuasainya. Dari perjalanannya mencari ilmu pengetahuan
menghantarkannya menjadi seorang alim dalam fiqih dan hadist. Di Kairawan
beliau menjadi seorang guru sekaligus kepala madrasah al-Malikiyah yaitu
madrasah al-Fikriyah al-Aqa'idiyah menggantikan
teman sepergurunnya Ibnu Abi Zaid al-Kairawan (w.389 H). Banyak murid yng
belajar kepada beliau dan selanjutnya menjadi ulama besar, bail dari Afrika
maupun dari luar Afrika, terutama dari Andalusia.[15]
Di tinjau dari keadaan politik mada itu
(324-403 H masa kehidupan al-Qabisi) Afrika dikuasai oleh dinasty Fathimiyah
yang bermazhab Syi'ah. Ketika itu dynasty Fathimiyah dipimpin oleh kekhalifahan
al-Mu'iz li Dininillah. Pada tahun 362 H Mesir ditaklukkan dan dikuasai
oleh khalifah al-Mu'iz di bawah panglima Jauhar al-Shiqli. Di bawah kekuasaan
Syi'ah ekstrim ini, al-Qabisi mampu berhaluan Asy'ary bermazhabkan fiqih
Maliki. Oleh karena itu, dapat kita lihat tidak adanya subsidi pemerintah
terhadap madrasah yang beliau pimpin.
Dari penjelasan ditas dapat dilihat, bahwa
al-Qabisi adalah seorang ahli hadist dan ulama bermazhab Maliki serta di beliau
hidup dimasa kekuasaan Syi'ah yang ekstrim. Pengalamannya menjadi guru dan
pemimpin madrasah, menghantarkan al-qabisi sebagai ahli dalam bidang
pendidikan. Latar belakang ini mempengaruhi konsepnya tentang pendidikan Islam.
Keahliannya yang begitu kuat dalam bidang Fiqih dan hadist mrmbust sl-Qabisi
telah mengambil corak pemikiran keislaman normative, tetapi bukan berarti
doktrin. Dengan demikian, maka acuan yang digunakan dalam merumuskan
pemikirannya ternasuk bidang pendidikan adalah paradigma fiqih dan hadist.
2.3 Konsep
pemikiran Pendidikan Al-Qasibi
Diatas telah
dikemukakan bahwa selain ahli dalam bidang hadis dan fiqih, Al-Qabisi juga ahli
dalam bidang pendidikan. Hal ini dapat diketahui daribeberapa konsep
pemikirannya tentang pendidikan. Beberapa konsep pemikiran pendidikan menurut
Al-Qabisi, yaitu:
1.
Pendidikan Anak-anak
Al-Qabisi
memiliki perhatian besar terhadap pendidikan anak-anak merupakan upaya amat
strategis dalam rangka menjaga kelangsungan bangsa dan Negara.Oleh karena itu
pendidikan anak harus dilaksanakan dengan penuh kesungguhan dan ketekunan yang
tinggi.[16]
Selanjutnya
ia juga terkenal sebagai ulama yang berakhlak mulia. Keluasan ilmunya yang
tinggi dibarengi dengan ketekunan ibadah dan budi pekerti mulia, menyebabkan
apa yang diajarkannya kepada orang lain akan dapat diterima. Sifat inilah yang
nantinya menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan seorang guru dalam
mengajar.
2.
Tujuan Pendidikan
Sejalan
dengan sikapnya yang berpegang teguh kepada agama dengan spesialisasi pada
bidang fiqih yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, Al-Qabisi
menghendaki agar pendidikan dan pengajaran dapat menumbuh-kembangkan pribadi
anak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang benar.[17]
Tujuan umum pendidikan yang dipegang oleh Al-Qabisi dan mengembangkan kekuatan
akhlak anak, menumbuhkan rasa cinta agama, berpegang teguh kepada
ajaran-ajarannya, serta berperilaku yang sesuai dengan nlai-nilai agama yang
murni.[18]Namun
demikian Al-Qabisi uga menghendaki tujuan pendidikan yang mengarahkan agar anak
dapat memiliki keterampilan dan keahlian pragmatis yang dapat mendukung
kemampuannya mencari nafkah.
Dalam
hubungan ini ia juga mengatakan bahwa pada hakikatnya pendidikan keterampilan
kerja setelah memperoleh pendidikan agama dan akhlak, akan menolong anak itu
keterampilan bekerja, mencari nafkah dengan didasari rasa taut kepada Allah
dalam bekerja.[19]Tujuan pendidikan demikian itu, kini disebut dengan
tujuan pendidikan agama. Sementara tujuan pendidikan yang bercorak keduniaan
tampaknya hanya merupakan alat untuk dapat menolng kehidupan ekonomi seseorang,
dengan cara memberikan keterampilan yang memadahi.
3.
Kurikulum
Dilihat
dari segi isi mata pelajaran (kurikulum) yang diajarkan kepada anak didik,
Al-Qabisi membagi kurikulum ke dalam dua bagian, dengan uraian sebagai berikut.
A.
Kurikulum Ijbari
Kurikulum ijbari secara harfiah berarti kurikulum (mata pelajaran) yang
merupakan keharusan atau kewajiban bagi setiap anak. Kurikulum model seperti
ini terdiri dari kandungan ayat-ayat al-qur’an seperti sembahyang dan doa-da,
ditambah dengan penguasaan terhadap ilmu nahwu dan bahasa arab yang keduanya
merupakan persyaratan mutlak untuk memantapkan bacaan, tulisan dan bacaan
al-qur’an.
Al-Qabisi lebih lanjut mengatakan
bahwa dimasukkannya pelajaran membaca dan menulis alqur’an kedalam kurikulum
ijbari adalah karena Al-Qur’an merupakan kalam Allah dan menjari sumber hukum
tasyri’. Al-Qur’an menjadi referensi
(rujukan) kaum muslimin dalam masalh ibadat dan mu’amalat.Allah mendorong
semangat untuk beribadah dengan membaca Al-Qur’an sebagai berikut.
اِنَّ الَّذِيْنَ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَ اَقَامُوْا الصَّلَوةَ
وَ اَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَ عَلَانِيَةً يَّرْجُوْنَ تِجَارَةً
لَنْ تَبُوْرَ
Artinya
:
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab
Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami
anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.” (Q S. al-Fathir: 29).
Itulah sebabnya kemampuan membaca, menulis dan
memahami Al-Qur’an merupakan persyaratan untuk melaksanakan kewajiban shalat
lima waktu. Selain itu karena didalam Al-Qur’an terkandung pula petunjuk dan
ajaran utama mengenai berbagai masalah yang dihadapi manusia.
Lebih lanjut Al-Qabisi melihat bahwa dengan
mengintegrasikan antara kewajiban mempelajari Al-Qur’an dengan sembahyang dan
berdoa, berarti telah mengintegrasikan antara aspek berpikir, merasa dan
berbuat (beramal). Prinsip kurikulum demikian itu sesuai dengan pandangannya
mengenai ilmu jiwa yang ditetapkan melalui tiga prinsip yang logis, yaitu; (1)
menumpahkan perhatian kepada pengajaran Al-Qur’an, karena ia adalah jalan yang
ditempuh untuk menambah makrifat kepada Allah serta mendekatkan kepada-Nya, (2)
pentingnya ilmu nahwu (grammar) bagi anak agar dapat memahami kitab suci
Al-Qur’an secara benar. (3) mengajarkan bahasa arab sebagai alat memahami makna
ayat Al-Qur’an beserta huruf hijaiyahnya agar anak dapat menuliskan
ayat-ayatnya dan mengucapkannya dengan lancar.
b.
Kurikulum Ikhtiyari (tidak wajib/pilihan)
Kurikulum ini berisi ilmu hitung
dan seluruh ilmu nahwu, bahasa arab, sya’ir, kisah-kisah masyarakat arab,
sejarah Islam, ilmu nahwu (grammar) dan bahasa arab lengkap. Selanjutnya
kedalam kurikulum ikhtiyari ini Al-Qabisi memasukkan pelajaran keterampilan yang
dapat mengasilkan produksi kerja yang mampu membiaai hidupnya di masa yang akan
datang.
Dengan demikian
pendidikan keterampilan yang menlong mencari nafkah yang dilakukan setelah
seseorang memperoleh pendidika akhlak akan menolong seseorang menjadi orag yang
seimbang, yaitu seseorang yang dapat membiayai hidupnya sendiri serta
senantiasa taat dalam menjalankan perinta-perintah Allah SWT.
Perlu pula ditambahkan disini,
bahwa dalam kurikulum ikhtiyari ini, Al-Qabisi memasukkan pelajaran berhitung. Dalam hubungan ini Al-Qabisi menyetujui pengajaran
berhitung sebagai yang tidak bersifat mutlak.Lebih lanjut Al-Qabisi mengatakan
sebaiknya mengajarka berhitung itu didasarkan atas izin orang tua anak,
sehingga persetujuan orang tua menjadi persyaratan bagi pengajaran berhitung
itu.
selanjutnya
Al-Qabisi mencoba memberikan penjelasan tentang mata pelajaran syair yang
dimasukkan dalam kurikulum ikhtiyari ini. Al-Qabisi tidak menentang pelajaran
syair, karena didasarkan atas sebuah hadits nabi yang mengatakan bahwa syair tu
merupakan kalimat atau perkataan yang dapat membuat orang menjadi fasih dalam
berkata-kata serta menghaluskan hatinya dalam
suatu waktu tertentu, dan akan dapat memperoleh kesaksian terhadap apa
yang ingin ia jelaskan.
Sejalan dengan pelajaran syair
tersebut, Al-Qabisi juga mengatakan bahwa pelajaran syair itu sesungguhnya
mengandung pendidikan seni keindahan yang jika diajarkan maka tidaklah akan
hilang unsure seninya itu. Selanjutnya pelajaran tentang kesenian ini dapat
pula dikaitkan dengan pelajaran menulis indah (al-khatt/kaligrafi) yang pada
saat itu merupakan seni keindahan yang berkembang luas diwilayah Maghribi.
Selanjutnya Al-Qabisi menjelaskan
tentang dimasukkannya pelajaran sejarah kedalam kurikulum ikhtiyari. Menurutnya
mengajarkan sejarah bangsa arab tidak ada yang menentangnya. Menurutnya dalam
pelajaran sejarah tersebut terkandung pengetahuan tentang tokoh-tokoh penting,
pemimpin-pemimpin yang berjiwa pahlawan kesatria, yang pada gilirannya dapat
menimbulkan rasa mencintai tokoh-tokoh dan pemimpin-pemimpin teladan itu serta
dapat mendorongnya kearah berbat baik seperti apa yang dilakukan oleh mereka
yang dikemukakan dalam sejarah tersebut.
Dengan demikian terlihat dengan
jelas Al-Qabisi amat selektif dalam memasukkan mata pelajaran ke dalam
kurikulum yang bersifat ikhtiyari, yaitu selalu dikaitkan dengan tujuan untuk
mengembangkan kekuatan akhlak mulia pada diri si anak, menumbuhkan rasa cinta
pada agama, berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, serta berperilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai agama yang murni. Namun demikian kurikulum yang
dikemukakan Al-Qabisi itu untuk masa sekarang lebih tepat dikatakan sebagai
kurikulum pendidikan agama, bukan kurikulum dalam arti yang luas.
4.
Metode dan teknik belajar
Selain membicarakan kurikulum, Al-Qabisi juga
berbicara tentang metode dan teknik mempelajari mata pelajaran yang terdapat
dalam kurikulum itu. Ia misalnya telah
berbicara mengenai teknik dan langkah-langkah menghafal Al-Qur’an dan belajar
menulis. Menurutnya bahwa langkah-langkah penting dalam menghafal Al-Qur’an dan
belajar menulis ditetapkan berdasarkan pemilihan waktu-waktu yang terbaik yang
dapat mendorong meningkatkan kecerdasan akalnya, yaitu pada waktu pagi-pagi
selama seminggu terus menerus dan baru beristirahat (libur) sejak waktu setelah
dhuhur hari kamis sampai dengan hari jum’at.Kemudian belajar lagi pada hari
sabtu pagi hingga minggu berikutnya.
Al-Qabisi
menganjurkan tnentang keharusan anak pulang kerumah masing masing diwaktu siang
hari untuk makan siang dan harus kembali ke Kuttab stela sembahyang dhuhur
tepat pada waktu-waktu istirahat dantara dua waktu belajar dalam satu hari. Mengapa
Al-Qabisi memperhatikan waktu istirahat, karena hal ini sesuai dengan
prinsip-prinsip ilmu pendidikan modern yang memberikan waktu istirahat sebagai
waktu yang amat penting untuk menyegetkan kemampuan berpikir mereka.
Metode menghafal yang diajukan Al-Qabisi itu
didasarkan pada pemahaman sebuah hadits nabi SAW. Tentang menghafalkan
Al-Qur’an, yang diumpamakan oleh nabi dengan “perumpamaan Al-Qur’an itu seperti
unta yang diikat dengan tali, jika pemiliknya mengokohkan ikatannya, unta iyu
akan terikat erat pula, dan jika ila melepasakan tali ikatannya, maka ia akan
pergi.” Jika orang yang hafal Al-Qur’an di waktu malam dan siang hari
mengulang-ulanginya, maka ia akan tetap mengingatnya, dan jika ia tidak pernah
membacanya, maka ia akan melupakannya (hilang hafalannya).
Selanjutnya Al-Qabisi mencoba menjelaskan hubungan
yang erat antara metode menghafal dengan pendidikan akal. Menurutnya, bahwa
pendidikan akal tidak lain kecuali merupakan bagian dari usaha menuntut ilmu,
dan pada tahap pertamanya adalah mengingat-ingat secara verbal. Semampuan
mengingat merupakan persyaratan mutlak bagi para ahli ilmu pengetahuan kimia,
tumbuh-tumbuhan dan matematika, karena pekerjaan ilmiah itu menuntut mereka untuk menghafalkan rumus-rumus dan
dalil-dalil atau asas-asasnya.
5.
Pencampuran Belajar antara Murid Laki-laki dan Perempuan.
Pencampuran belajar antara murid laki-laki dan pemrempuan dalam satu
tempat atau dikenal dengan istilah Co-Educational
Classes juga menjadi perhatian Al-Qabisi. Ia tidak setuju apabila murid laki-laki dicampur dengan murid perempuan
dalam al-kuttab, sehingga anak itu harus tetap belajar sampai usia baligh
(dewasa). Menurut Al-Qabisi bahwa bercampurnya anak laki-laki dan perempuan di
kuttab untuk belajar adalah suatu hal yang tidak baik. Dalam hubungan ini
Al-Qabisi menilai, sungguhpun pendapatnya terkesan kuno, namun pendapat itulah
yang sesuai dengan garis ajaran agama Islam, karena anak yang berusia muharriqah (masa pubertas/remaja) tidak
memiliki ketenangan jiwa dan timbul dorongan kuat untuk mempertahankan jenis
kelaminnya hingga sampai waktu dewasa.
Salah
satu alasan mengapa Al-Qabisi berpegang teguh pada pendapatnya itu adalah
karena ia khawatir kalau anak-anak itu menjadi rusak moralnya. Ia
memperingatkan agar tidak mencampurkan anak kecil dengan remaja yang telah
dewasa (sudah bermimpi coitus),
kecuali bila anak remaja yang telah baligh tidak akan merusak anak kecil (belum
dewasa).
6.
Demokrasi dalam Pendidikan
Menurut Al-Qabisi bahwa anak-anak yang masuk di kuttab
tidak ada perbedaan derajat atau martabat.Baginya pendidikan adalah hak semua
orang tanpa ada pengecualian.Ia menghendaki agar penyelenggaraan pendidikan
anak-anak muslim dilaksanakan dalam satu ruang dan memperoleh pengetahuan dari
pendidik yang satu, sehingga tidak perlu dibagi-bagi menjadi tigkat atau
jenjang. Pendapatnya yang demikian mengisyaratkan adanya paham demokrasi
pendidikan.
Selanjutnya
Al-Qabisi mengajak para guru agar mengajar anak-anak kaum muslimin tanpa
pegaruh oleh pandangan dari lingkungan masyarakat dan oleh perbedaan
stratafikasi social ekonomi dan keuangan masyarakat yang ada. Atas dasar pandangan yang demikian, maka guru harus
mengajar anak orang uang tak mampu dengan anak yang mampu secara bersama-sama
berdasarkan atas rasa persamaan dan penyediaan kesempatan belajar bagi semua
secara sama. Al-Qabisi juga mengatakan bahwa antara anak laki-laki dan perempuan
memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Menurutnya bahwa pendidikan
bagi anak perempuan merupakan suatu keharusan, sama dengan pendidikan bagi anak
laki-laki, meskipun harus dipisahkan kelasnya antara keduanya sebagaimana telah
diuraikan diatas.
Untuk
mendukung terlaksananya demokrasi atau pemerataan dalam bidang pendidikan ini,
Al-Qabisi menganjurkan agar orang-orang islam berkemampuan material hendaknya
mau berbuat banyak untuk menolong memberikan bantuan biaya pendidikan kepada
anak-anak yang kurang mampu, atau yang lebih dikenal sebagai orang tua asuh. Dari uraian tersebut di atas terlihat dengan jelas
bahwa Al-Qabisi sangat menaruh perhatian besar terhadap masalah pendidikan.
Pemikiran dalam bidang pendidikan itu tampa sangat dipengaruhi oleh sikap dan
pendiriannya sebagai ulama’ ahli al-sunna wa al-jama’ah yang mendasarkan setiap
usaha dan pemikirannya pada pada ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
Hadits.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Simpulan
Dari pembahasan diatas
yang mengenai tentang pemikiran pendidikan Al-Qabisi yang sangat populer dan
masyhur yakni pada masa islam klasik. beberapa poin yang akan kami simpulankan
disini, diantaranya:
3.1.1 Al-Qabisi
adalah salah satu tokoh ulama ahli hadis dan fiqih serta seorang pendidik yang
ahli, yang hidup pada tahun 324-403 Htepatnya dikota Qaeruan, Tunisia. Karel
Brockelman menyatakan bahwa menurut Ibnu
Khalikan dan Asy-Susyuti dalam kitab “Thabaqat Al- Huffaz”. jugamengutip dari
Ibnu Ahmad dalam kitabnya “syadzarat ad-Dzahab”. Mengatakan nama lengkap
Al-Qabisi Adalah Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Khalaf Al-Qabisi dan Abu Hasan
ini sebenarnya bukanlah berasal dari kafilah Al-qabisi, tetapi karena pamannya
mengenakan surba dikepalanya rapat-rapat yang bertentangan dengan kebiasaan
orang Qabisi, maka ia diberi nama Al-qabisi. Sebenarnya ia adalah penduduk
Qaeruan. Pendapat ini sesuai dengan keterangan As-Shafdi yang menyatakan bahwa
nama Al-qabisi itu diberikan kepadanya karena karena pamannya mengenakan surban
terlalu ketat dikepalanya. Ia juga pernah merantau kenegara-negara timur pada
353H atau 963 M selama 5 tahun kemudian kemval kenegeri asalnya dan meninggal
dunia pada 3 Robiul Awwal 403 H atau pada tanggal 23 Oktober 1012 M. Salah satu
karaganya yang populer hingga saat ini yakni kitab al-Mufassal li Ahwal
al-Mutha' alaimin wa Ahkam al-Maulimmin wa al-Muta'allamin', sebuah kitab
rincian tentang keadaan para pelajar, serta hukum-hukum yang mengatur para guru
dan pelajar. Kitab ini terdiri dari 80 halaman dan dibagi ke dalam 3 juz.
3.1.2Al-Qabisi yang hidup pada zaman keemasan
Islam ketika itu. Dengan demikian tidak mengherankan jika ulama terdahulu
memiliki banyak disiplin ilmu pengetahuan.Di Kairawan Afrika beliau belajar
kepada sejumlah ulama ternama di antaranya:
•
Abul
'Abbas at-Tamimy (w.352 H) seorang ahli fiqih yang bermazhab Syafi'i dari kota
Tunisia.
•
Ibnu
Masrur ad-Dibagh (w.359 H)
•
Abu
'Abdillah bin Masrur al-'Assal (w.346 H), seorang faqih yang bermazhab Maliki
di Kairawan.
•
Ibnu
al-Hajjaj (w.346 H)
•
Abul
Hasan al-Kanisyi (w.347 H), seorang ulama yang disegani karena kewara'an dan
kemulian pribadinya.
•
Durras
bin Ismail al-Fasi (w.357 H), seorang faqih yang berhaluan Asy'Ary dalam
Theologi
•
Ibnu
Zakrun, seorang faqih yang zuhud dan seorang ulama yang produktif dalam menulis
berbagai kitab tentang ilmu Tasawuf.(w.370 H)
• Abu Ishak
al-Jibinyani (w.369 H) seorang ulama yang terkenal karena permohonannya.
pada tahun 352 H bertepatan dengan 963 M
al-Qabisi berangkat ke Timur tepatnya tanah Hijaz dan Mesir. Disana beliau
belajar kepada sejumlah guru, diantaranya:
•
Abul
Qasim Hamzah bin Muhammad al-Kinani, seorang 'alim dari Mesir, dari ulama ini
al-Qabisi belajar kitab hadist An-nasa'i
•
Abu
Zaid Muhammad bin Ahmad al-Marwazi seorang ulama Mekkah, darinya al-Qabisi
mempelajar kitab Shahih al-Bukhory
•
Abul
Fath bin Budhan (w.359) ulama Mesir ahli qiraah
•
Abu
Bakar Muhamma bin Sulaiman al-Nu'ali, seorang ulama terkenal di Mesir, dari
beliau al-Qabisi banyak mengambil teladan
•
Abu
Ahmad Muhammad bin Ahmad al-Jurjani salah seorang ulama perawi Shahih Bukhary
• Abu Dzar al-Harwi
(w.434 H), seorang faqih Maliki yang terkenal dengan karyanya Musnal al-Muwaththa' darinyalah
al-Qabisi mempelajari hadist Imam Maliki dengan kitabnya al- al-Muwaththa'.
3.1.3Beberapa konsep
pemikirannya tentang pendidikan menurut
Al-Qabisi, yaitu:
a.
Pendidikan Anak-anak
Al-Qabisi memiliki perhatian besar
terhadap pendidikan anak-anak amat strategis dalam rangka menjaga kelangsungan
bangsa dan Negara.Sifat inilah yang nantinya menjadi salah satu faktor
pendukung keberhasilan seorang guru dalam mengajar.
2.
Tujuan Pendidikan
Tujuan
umum pendidikan yang dipegang oleh Al-Qabisi dan mengembangkan kekuatan akhlak
anak, menumbuhkan rasa cinta agama, berpegang teguh kepada ajaran-ajarannya,
serta berperilaku yang sesuai dengan nlai-nilai agama yang murni yang
mengarahkan agar anak dapat memiliki keterampilan dan keahlian pragmatis yang
dapat mendukung kemampuannya mencari nafkah.
3.
Kurikulum
Al-Qabisi
membagi kurikulum ke dalam dua bagian sebagai berikut:
a.
Kurikulum Ijbari (mata pelajaran wajib)
Kurikulum ijbari secara harfiah
berarti kurikulum (mata pelajaran) yang merupakan keharusan atau kewajiban bagi
setiap anak.
b.
Kurikulum Ikhtiyari (tidak wajib/pilihan)
Kurikulum ini berisi ilmu hitung
dan seluruh ilmu nahwu, bahasa arab, sya’ir, kisah-kisah masyarakat arab,
sejarah Islam, ilmu nahwu (grammar) dan bahasa arab lengkap.
4.
Metode dan teknik belajar
Selanjutnya Al-Qabisi mencoba menjelaskan hubungan
yang erat antara metode menghafal dengan pendidikan akal. Menurutnya, bahwa
pendidikan akal tidak lain kecuali merupakan bagian dari usaha menuntut ilmu.
5.
Pencampuran Belajar antara Murid Laki-laki dan Perempuan.
Menurut
Al-Qabisi bahwa bercampurnya anak laki-laki dan perempuan di kuttab untuk
belajar adalah suatu hal yang tidak baik. namun pendapat itulah yang sesuai
dengan garis ajaran agama Islam, karena anak yang berusia muharriqah (masa pubertas/remaja) tidak memiliki ketenangan jiwa
dan timbul dorongan kuat untuk mempertahankan jenis kelaminnya hingga sampai
waktu dewasa.
6.
Demokrasi dalam Pendidikan
Menurut Al-Qabisi bahwa anak-anak yang masuk di kuttab
tidak ada perbedaan derajat atau martabat.Baginya pendidikan adalah hak semua
orang tanpa ada pengecualian. Pendapatnya yang demikian mengisyaratkan adanya
paham demokrasi pendidikan.Al-Qabisi juga mengatakan bahwa antara anak
laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan.
Menurutnya bahwa pendidikan bagi anak perempuan merupakan suatu keharusan, sama
dengan pendidikan bagi anak laki-laki, meskipun harus dipisahkan kelasnya
antara keduanya.
3.2 Saran
Bahwa apa yang ada didalam makalah
ini bukan semata pemikiran kami, akan tetapi kami mengambil dari berbagai
referensi yang berkaitan dengan judul yang ditugaskan kepada kami. Untuk itu
marilah kita ambil hikmah dan manfaatnya.
Kami selaku penulis menyadari bahwa
makalah kami masih jauh dari kesempurnaan untuk itu kami meminta kritik dan saran
kepada pembaca demi kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya. Supaya isi
makalah ini lebih ditingkatkan lagi, dengan mencari sumber-sumber lain sehingga
kita bisa semakin mengerti dan memahami
tentang berbagai ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-jumbulati, Ali dan Abdul futuh
At-Tuwaanisi. 1994. Perbandingan pendidikan Islam; cetakan Ke-1.
Jakarta: Rineka Cipta.
Al-jumbulati, Ali dan Abdul futuh
At-Tuwaanisi. 2002. Perbandingan pendidikan Islam; cetakan Ke-2.
Jakarta: Rineka Cipta.
Ahmad,
Fuad al-Ahwani. 1980. al-tarbiyah fi
al-Islam. Kairo: Dar al-Ma'Arif.
Abuddin,
Nata. 2001. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan
Islam;Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
al- Abrasyi, Athiya. 1984. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam.
Jakarta: Bulan Bintang
Jalaluddin, Psikologi Agama . Cet.I; Jakarta: Grafindo Persada,
1996.
Langgulung, Hasan. Pendidikan dan Peradaban Islam; Suatu Analisa Sosio-Psikologi,
Jakarta, Pustaka Al-Husna, 1985.
Nata, Abuddin. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. Jakarta: Raja
Grapindo Persada, 2003
H.M. Arifin, M. Ed., dari judul asli Dirasatun Muqaranab Fi al-Tarbiyah
al-Islamiyah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), cet. I, hlm. 76
http://artikelborneo.blogspot.com/2010/05/pemikiran-pendidikan-al-qabisi.html.
http://andikahendra.blogspot.com/dahsyatnya-pemikiran-manajement-al-qabisi.html
[1] Ali Al-Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwaasini, Perbandingan Pendidikan
Islam Cetakan Ke-1, Jakarta,: Rineka Cipta, 1994, Hal. 76
[2] Abdullah al-Amin al-Nu’my, Kaedah dan Tekhnik Pengajaran Menurut
Ibnu Khaldun dan Al-Qabisy, (Jakarta: t.pt., 1995), h.184
[3] Ali Al-Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwaasini, Perbandingan Pendidikan
Islam Cetakan Ke-1, Hal. 76
[4] Ibid Hal. 77
[5]http://www.referensimakalah.com/2011/08/material-makalah-biografi-al-qabisi_8160.html
[6] Ibid
[7] Ali Al-Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwaasini, Perbandingan Pendidikan
Islam Cetakan Ke-1, Jakarta,: Rineka Cipta, 1994, Hal 77-78
[8] Ibid Hal. 80
[9] Ibid 81
[10] Ali Al-Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwaasini, Perbandingan Pendidikan
Islam Cetakan Ke-1, Jakarta,: Rineka Cipta, 1994, Hal 81-82
[11] Ibid Hal 83
[12] Ibid 84
[13] Ibid 86
[14]http://muhdahlan.wordpress.com/2010/11/20/konsep-pendidikan-al-qabisi-dan-m-rasyid-ridha-koedukasi-dan-kurikulum/
[15] Ali al-Jumbulati, Dirasatun Muqaranatun fit Tarbiyyatil
Islamiyyah, terj. M. Arifin, dengan judul Perbandingan Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta,
1994), hal. 76. Menurut data yang ada, bahwa ia lahir pada bulan Rajab, 224 M
(13 Mei 936 M), dan wafat di negeri asalnya pada tanggal 3 R. Awal 403 H (23
Oktober 1012 M).
[16]Ali al-jumbulati, Perkembangan
Pendidikan Islam (Terj.) H.M. Arifin, M. Ed., dari judul asli Dirasatun Muqaranab Fi al-Tarbiyah
al-Islamiyah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), cet. I, hlm. 76
[17]Ibid., hlm. 87.
[18]Ibid., hlm. 89.
[19]Ibid., hlm. 87