Touching Moment

Saat-saat mengharukan dalam acara "Panggung Kenangan" perpisahan PKL UIN MALIKI Malang di MTs Negeri Kanigoro Kab. Kediri.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Touching Moment

Saat-saat mengharukan dalam acara "Panggung Kenangan" perpisahan PKL UIN MALIKI Malang di MTs Negeri Kanigoro Kab. Kediri.

Rabu, 29 April 2015

Ukhuwah Islamiyah



Muqadimah

          Ukhuwah merupakan anugrah Allah yang tiada terhingga yang Allah limpahkan hanya kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya saja. Ukhuwah juga merupakan kenikmatan yang tidak dapat diukur oleh materi apapun yang ada di dunia ini. Bahkan kendatipun seluruh manusia sepakat untuk mengumpulkan semua kekayaan mereka, namun itu semua tidak dapat digunakan untuk membeli ‘ukhuwah’. Karena ukhuwah tumbuh dan lahir dari cahaya keimanan yang membara dalam sanubari seorang hamba. Allah SWT mengatakan dalam Al-Qur’an (QS. 8 : 63) :
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ*
“Dan (Allahlah) Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman).  Walaupun kamu  membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Itulah ukhuwah Islamiyah, yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Dan banyak pula diamalkan oleh generasi berikutnya hingga pada masa kita sekarang ini. Walaupun seolah dengan berlalunya zaman, berlalu pula ruh ukhuwah dari dalam jiwa kaum muslimin. Bahkan jika kita perhatikan kondisi kontemporer kaum muslimin, kita mendapatkan terjadinya perpecahan yang tiada berkesudahan. Padahal, perpecahan merupakan sesuatu yang sangat dilarang dalam Islam. Allah SWT berfirman (QS. 3 : 103) :
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا، وَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا…*
“Dan berpegang teguhlah kalian pada tali Allah (Al-Islam) dan janganlah kalian berpecah belah. Dan ingatlah oleh kalian akan nikmat Allah yang diberikan pada kalian, ketika dahulu kalian saling bermusuhan lalu Allah satukan diantara hati kalian. Dan jadilah kalian atas kenikmatan Allah tersebut menjadi bersaudara…”

Mereka menjalin persaudaraan yang demikian eratnya, bahkan lebih erat dari persaudaraan yang terlahir karena adanya garis nasab. Oleh karena itulah, Allah menggambarkan hal ini sebagai suatu kenikmatan yang tidak dapat diukur dengan ukuran materiil, sebesar apapun materi tersebut.

Makna Ukhuwah
          Dari segi bahasa, ukhuwah merupakan bentuk mashdar (baca; infinitif) dari kata ‘Akha’ yang berarti bersaudara. Sedangkan ukhuwah berarti persaudaraan. Adapun dari segi istilahnya, para ulama memiliki definisi yang beragam. Diantaranya adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr. Abdullah Nasih Ulwan : (1997 : 5)
الأخوة هي قوة إيمانية تورث الشعور العميق بالعاطفة، والمحبة، والإحترام، والثقة المتبادلة..
مع كل من يربطه وإياه أواصر العقيدة الإسلامية ووشائح الإيمان والتقوى..
Ukhuwah merupakan kekuatan iman yang melahirkan perasaan kasih sayang yang mendalam, cinta, penghormatan dan rasa saling tisqah (baca; salinng percaya), terhadap seluruh insan yang memiliki ikatan aqidah Islamiyah yang sama dan juga yang memiliki cahaya keimanan dan ketaqwaan..
 
Jadi, ukhuwah merupakan sesuatu yang terlahir dari keimanan yang mendalam, dan juga merupakan buah dari ketaqwaan kepada Allah SWT. Oleh karena itulah, ulama mengatakan, bahwa tidak ada iman tanpa ukhuwah, sebagaimana tidak ada ukhuwah tanpa adanya pondasi iman. Membenarkan hal tersebut, firman Allah SWT (QS. 49 : 10)
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ*
“Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
  Adapun mengenai ukhuwah sebagai buah dari ketaqwaan, sekaligus menafikan tentang persahabatan tanpa adanya ketaqwaan (QS. 43 : 67) :
الأَخِلاَّءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ*
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain
kecuali orang-orang yang bertakwa.”
  Dari sini kita juga dapat mengambil kesimpulan, bahwa seorang yang beriman apabila tidak memiliki rasa ukhuwah terhadap sesama muslim lainnya, hal ini menunjukkan bahwa imannya belum sempurna. Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (رواه البخاري)
Dari Qatadah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.’ (HR. Bukhari)
 

  Keutamaan Ukhuwah

          Di luar keutamaan yang terkandung dalam ukhuwah, sesungguhnya sebelum segala-galanya, ukhuwah merupakan perintah Allah SWT. Perhatikan firman Allah berikut (QS. 3 : 103)
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ*
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”

Ayat di atas melarang kita untuk bercerai berai. Sedangkan bercerai berai merupakan lawan dari persatuan, yang menjadi salah satu komponen mendasar ukhuwah islamiyah. Namun demikian, disamping sebagai kewajiban, ukhuwah memiliki keutamaan yang cukup banyak, diantaranya adalah:
1.     Wajah orang yang berukhuwah akan bersinar.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عُمَرِ بْنَ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ لأُنَاسًا مَا هُمْ بِأَنْبِيَاءَ وَلاَ شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِمَكَانِهِمْ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ تُخْبِرُنَا مَنْ هُمْ قَالَ هُمْ قَوْمٌ تَحَابُّوا بِرُوحِ اللَّهِ عَلَى غَيْرِ أَرْحَامٍ بَيْنَهُمْ وَلاَ أَمْوَالٍ يَتَعَاطَوْنَهَا فَوَاللَّهِ إِنَّ وُجُوهَهُمْ لَنُورٌ وَإِنَّهُمْ عَلَى نُورٍ لاَ يَخَافُونَ إِذَا خَافَ النَّاسُ وَلاَ يَحْزَنُونَ إِذَا حَزِنَ النَّاسُ وَقَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ (أَلاَ إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ) (رواه أبو داود)
Dari Umar bin Khatab ra, Rasulullah SAW mengatakan kepadaku, ‘sesungguhnya diantara hamba-hamba Allah terdapat sekelompok orang yang mereka ini bukan para nabi dan bukan pula orang yang mati syahid, namun posisi mereka di sisi Allah membuat para nabi dan orang yang mati syahid menjadi iri. Para sahabat bertanya, beritahukan kepada kami, siapakah mereka itu ya Rasulullah ?  Beliau menjawab, ‘mereka adalah sekelompok orang yang saling mencintai karena Allah SWT, meskipun diantara mereka tiada ikatan persaudaraan dan tiada pula kepentingan materi yang memotivasi mereka. Demi Allah, wajah mereka bercahaya, dan mereka berada di atas cahaya. Mereka tidak takut manakala manusia takut, dan mereka tidak bersedih hati manakala manusia bersdih hati.’ Lalu Rasulullah SAW membacakan ayat ‘Sesungguhnya wali-wali Allah itu, mereka tidak takut dan tidak pula bersedih hati.” (HR. Abu Daud)

2.     Tidak takut dan tidak bersedih hati.
(sebagaimana di gambarkan dalam hadits di atas)

3.     Akan diampuni dosa-dosanya.
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ سَلْمَانِ الْفَارِسِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ الْمُسْلَِ إِذَا لَقِيَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فَأَخَذَ بِيَدِهِ تَحَاتَتْ عَنْهُمَا ذُنُوْبُهُمَا كَمَا تَتَحَاتَّ الْوَرَقَةُ عَنِ الشَّجَرَةِ اْليَابِسَةِ فِيْ يَوْمٍ رِيْحٍ عَاصِفٍ، وَإِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا ذُنُوْبُهُمَا وَلَوْ كَانَ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ (رواه الطبراني في المعجم الكبير والبيهقي في شعب الإيمان )
Dari Salman al-Farisi ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya seorang muslim, apabila ia bertemu dengan saudaranya muslim yang lainnya, kemudian ia menjabat tangannya, maka akan berguguranlah dosa keduanya sebagaimana bergugurannya dedaunan dari sebuah pohon yang telah kering di hari angin bertiup sangat kencang. Atau kalau tidak, dosa keduanya akan diampuni, meskipun sebanyak buih di lautan. (HR. Imam Tabrani dalam Al-Mu’jam al-Kabir VI/ 256, dan Imam Baihaqi dalam syu’ab al-Iman VI/ 437)

4.     Mendapatkan ‘naungan’ Allah, di hari tiada naungan selain naungan-Nya.
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلاَلِي الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ
فِي ظِلِّي يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلِّي (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, bahwa Allah berfirman pada hari kiamat. ‘Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku.? Pada hari ini Aku akan menaungi mereka di hari tiada naungan selain naungan-Ku. (HR. Muslim)

5.     Mendapatkan cinta Allah.
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلاً زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ اللَّهُ لَهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ قَالَ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ أُرِيدُ أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ قَالَ هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا قَالَ لاَ غَيْرَ أَنِّي أَحْبَبْتُهُ فِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ فَإِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ بِأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ  (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra, bahwa seorang pemuda mengunjungi saudaranya di kota lain. Di tengah perjalanannya, Allah mengutuskan padanya seorang malaikat (yang menyamar). Ketika malaikat tiba padanya, berkata, ‘Wahai pemuda, engkau hendak kemana?’ Ia menjawab, ‘aku ingin bersilaturahim ke tempat saudaraku di kota ini.’ Malaikat bertanya lagi, ‘Apakah maksud kedatanganmu ada kepentingan duniawi yang ingin kau cari?’ Ia menjawab, ‘Tidak, selain hanya karena aku mencintainya karena Allah SWT.’ Kemudian malaikat berkata, ‘sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, diperintahkan untuk menyampaikan kepadamu bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana kamu mencintai saudaramu tersebut. (HR. Muslim)

6.     Dapat merasakan manisnya iman.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ (رواه البخاري)
Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘ada tiga hal, yang apabila ketiganya terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan dapat merasakan manisnnya iman. (1) Lebih mencintai Allah dan rasul-Nya dari pada apapun selain keduanya. (2) Mencintai seseorang semata-mata hanya karena Allah SWT. (3) Tidak menyukai kembali pada kekafiran, sebagaimana ia benci jika dilemparkan ke dalam api neraka. (HR. Bukhari)

 Syarat Dalam Berukhuwah
          Untuk melaksanakan kewajiban dalam berukhuwah dan juga untuk dapat menggapai seluruh keutamaan yang terkandung dalam ukhuwah, seroang muslim harus dapat merealisasikan syarat-syarat dalam berukhuwah. Diantara syarat-syaratnya adalah:
1.     Ikhlas.
Ukhuwah seorang muslim terhadap muslim lainnya, haruslah dilandasi dengan keikhlasan kepada Allah SWT. Ukuhwah yang terlahir bukan karena sesuatu yang bersifat keduniaan, atau karena termotivasi oleh kepentingan tertentu. Karena apabila ukhuwah telah tercampur dengan ketidak ikhlasan, maka sudah menjadi hak Allah apabila tidak menerima ukhuwah yang seperti itu. Kisah yang terdapat dalam hadits, yang menceritakan seorang pemuda yang ingin mengunjungi ‘saudara seimannya’ (lihat hadits keutamaan ukhuwah no. 5 dalam makalah ini) menunjukkan bahwa ukhuwah itu harus ikhlas semata-mata cintanya hanya karena Allah. Dan ukhuwah seperti inilah yang akan membuahkan mendapatkan cinta dari Allah SWT.


2.     Dilandasi dengan iman dan ketaqwaan.
Karena hanya iman dan ketaqwaan sajalah, yang mampu menjadikan ukhuwah tetap bersih, sebagaimana yang diinginkan oleh Islam. Allah menggambarkan dalam Al-Qur’an (QS. 43 : 67):
الأَخِلاَّءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ*
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain
kecuali orang-orang yang bertakwa.”

3.     Komitmen dengan adab Islam.
Ukhuwah tidak akan pernah terajut, apabila kedua orang yang saling berukhuwah tidak mengimplementasikan adab dan perilaku islami. Dan hal seperti inilah, yang maknanya terkandung dalam salah satu sabda Rasulullah SAW :
…وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِيْ اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ …
…dan dua orang pemuda, yang saling mencintai karena Allah. Mereka bertemu karena Allah dan merekapun berpisah karena Allah SWT… (HR. Muslim)

4.     Berlandaskan pada prinsip saling menasehati kerena Allah.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan bahwa:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : المُؤْمِنُ مِرْآةَ أَخِيْهِ إِذَا رَأَى فِيْهَا عَيْبًا أَصْلَحَهُ
(رواه البخاري في الأدب المفرد)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorang mu’min merupakan cermin bagi mu’min lainnya, yang apabila ia melihat pada aib pada diri saudaranya, ia memperbaikinya. (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad)

5.     Saling tolong menolong dalam kesenangan dan kesusahan.
Hal ini digambarkan Allah dalam Al-Qur’an (QS. 5 : 2)
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ *
“Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah kalian saling tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.”

Tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan merupakan perintah Allah SWT, baik dalam kondisi suka maupun duka. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengungkapkan :
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رواه مسلم)
Dari Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Perumpamaan orang-orang mu’min dalam hal kecintaan dan kasih sayang diantara mereka adalah laksana satu tubuh, yang apabila terdapat salah satu anggota tubuhnya yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan merasakan sakit, dengan tidak dapat tidur dan demam.’ (HR. Muslim)
 Cara untuk mempererat tali ukhuwah
          Terdapat beberapa cara untuk dapat menumbuhkan serta mempererat jalinan tali ukhuwah yang terajut diantara kaum muslimin. Diantara caranya adalah:

1.     Memberitahukan rasa ‘cinta’nya kepada saudaranya.
Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:
عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ وَقَدْ كَانَ أَدْرَكَهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَحَبَّ الرَّجُلُ أَخَاهُ فَلْيُخْبِرْهُ أَنَّهُ يُحِبُّهُ (رواه أبو داود)
Dari Al-Miqdam bin Ma’di Karib, Rasulullah SAW bersabda, ‘Apabila seorang mu’min mencintai saudaranya sesama mu’min, maka beritahukanlah bahwa ia mencintainya (karena Allah SWT) (HR. Abu Daud)

Dalam riwayat lain, dikisahkan :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَجُلاً كَانَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرَّ بِهِ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي لأُحِبُّ هَذَا فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلَمْتَهُ قَالَ لاَ قَالَ أَعْلِمْهُ قَالَ فَلَحِقَهُ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّكَ فِي اللَّهِ فَقَالَ أَحَبَّكَ الَّذِي أَحْبَبْتَنِي لَهُ (رواه أبو داود)
Dari Anas bin Malik ra, bahwa seorang pemuda ada di samping Rasulullah SAW, kemudian tidak lama kemudian, lewatlah seseorang melalui mereka. Kemudian pemuda ini mengatakan, ‘Ya Rasulullah, sungguh aku mencintai orang itu (karena Allah).’ Kemudian Rasulullah SAW bertanya, ‘sudahkah engkau memberitahukan padanya?’  Ia menjawab, ‘belum.’ Rasulullah SAW mengatakan, kalau demikian beritahukalah padanya.’ Lalu pemuda ini mengikuti orang tersebut dan mengatakan padanya, ‘aku mencintaimu karena Allah.’ Orang tersebut menjawab, ‘Semoga Allah mencintaimu seperti engkau mencintaiku karena-Nya.’ (HR. Abu Daud)

2.     Mendoakan saudaranya
Dalam sebuah riwayat dikisahkan:
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ اسْتَأْذَنْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْعُمْرَةِ فَأَذِنَ لِي وَقَالَ لاَ تَنْسَنَا يَا أُخَيَّ مِنْ دُعَائِكَ فَقَالَ كَلِمَةً مَا يَسُرُّنِي أَنَّ لِي بِهَا الدُّنْيَا  (رواه أبو داود)
Dari Umar bin Khattab ra, aku meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk pergi umrah. Kemudian Rasulullah SAW mengizinka aku dan berkata, ‘jangan lupa wahai saudaraku doanya. Beliau mengucapkan sebuah kalimat yang teramat membahagiakan, seakan aku memiliki dunia. (HR. Abu Daud)

3.     Memberikan senyuman.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ (رواه مسلم)
Dari Abu Dzar ra, Rasulullah SAW mengatakan kepadaku, ‘janganlah kalian menganggap remeh satu perbuatan baik sedikitpun, meskipun hanya memberikan senyuman (wajah yang ramah) kepada kepada saudaramu. (HR. Muslim)

4.     Menjabat tangan.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW  mengatakan:
عَنْ سَلْمَانِ الْفَارِسِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا لَقِيَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فَأَخَذَ بِيَدِهِ تَحَاتَتْ عَنْهُمَا ذُنُوْبُهُمَا كَمَا تَتَحَاتَّ الْوَرَقَةُ عَنِ الشَّجَرَةِ اْليَابِسَةِ فِيْ يَوْمٍ رِيْحٍ عَاصِفٍ، وَإِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا ذُنُوْبُهُمَا وَلَوْ كَانَ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ (رواه الطبراني في المعجم الكبير والبيهقي في شعب الإيمان )
Dari Salman al-Farisi ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya seorang muslim, apabila ia bertemu dengan saudaranya muslim yang lainnya, kemudian ia menjabat tangannya, maka akan berguguranlah dosa keduanya sebagaimana bergugurannya dedaunan dari sebuah pohon yang telah kering di hari angin bertiup sangat kencang. Atau kalau tidak, dosa keduanya akan diampuni, meskipun sebanyak buih di lautan. (HR. Imam Tabrani dalam Al-Mu’jam al-Kabir VI/ 256, dan Imam Baihaqi dalam syu’ab al-Iman VI/ 437)

5.     Bersilaturahim.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَجَبَتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ وَالْمُتَجَالِسِينَ فِيَّ وَالْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ وَالْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ (رواه أحمد)
Rasulullah SAW bersabda, bahwa Allah berfirman, ‘Cinta-Ku wajib diberikan kepada orang yang saling mencintai karena-Ku, kepada yang saling duduk karena-Ku, kepada yang saling mengunjungi (bersilaturahim) karena-Ku, dan yang saling berlomba untuk berkorban karena-Ku.” (HR. Ahmad bin Hambal)

6.     Mengucapkan selamat pada moment tertentu.
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَقِيَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ بَمَا يُحِبُّ لِيَسَّرَهُ بِذَلِكَ سَرَّهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه الطبراني في المعجم الصغير)
Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang bertemu dengan saudaranya yang muslim dengan sesuatu yang menyenangkannya untuk membahagiakannya, maka sungguh Allah akan membahagiakannya pada hari kiamat. (HR. Tabrani dalam Mu’jam Shaghir, II/288)

7.     Memberikan hadiah.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengemukakan:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَهَادُوْا تَحَابَّوْا
Saling mencintai dan saling memberi hadiahlah kalian (HR. Baihaqi & Tabrani)

8.     Memberikan perhatian penuh pada kebutuhan saudaranya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melapangkan kesempitan dunia seorang mu’min, maka Alla akan melapangkan baginya kesempitan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan mempermudahnya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutupi sela seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya tersebut menolong saudaranya.
(HR. Muslim)

9.     Melaksanakan semua hak-hak ukhuwah.
Terdapat beberapa hal, yang menjadi hak seorang muslim dengan muslim lainnya dalam berukhuwah yang harus ditunaikan oleh setiap muslim. Hak-hak tersebut akan dibahas dalam pembahasan berikut:

 Hak-Hak Dalam Berukhuwah
          Dalam ukhuwah terdapat hak-hak yang mesti dilaksanakan oleh sesama muslim yang saling bersaudara karena Allah SWT. Diantara hak-hak tersebut adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Hak seorang muslim dengan muslim lainnya ada eman. Para sahabat bertanya, ‘Apa itu wahai Rasulullah SAW? Beliau menjwab, ‘apabila engkau bertemu dengannya ucapkanlah salam, apabila ia mengundangmu penuhilah, apabila ia minta nasehat darimu nasehatilah, apabila ia bersin doakanlah, apabila ia sakit tengoklah, dan apabila ia meninggal dunia maka ikutilah jenazahnya.”  (HR. Muslim)

Dari hadits di atas, dapat kita petik kesimpulan, bahwa diantara hak ukhuwah seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah:
1.     Mengucapkan salam.
2.     Memenuhi undangannya.
3.     Memberikan nasehat.
4.     Mendoakan ketika bersin.
5.     Menengok ketika sakit.
6.     Mengikuti jenazahnya ketika meninggal dunia.

Selain keenam hak ini, juga masih terdapat hak lainnya, yaitu sebagaimana yang terdapat dalam sebuah hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melapangkan kesempitan dunia seorang mu’min, maka Alla akan melapangkan baginya kesempitan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan mempermudahnya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutupi sela seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya tersebut menolong saudaranya. (HR. Muslim)

Dari hadits ini dapat di ambil beberapa poin penting, bahwa hak seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah :
7.     Memperhatikan dan peduli terhadap kebutuhan dan kesusahannya.
Menutupi aib atau kekurangan yang dimilikinya


Buah Lain Dari Ukhuwah
          Selain berbagai keistimewaan yang telah digambarkan di atas, ukhuwah memilki nilai positif lain yang sangat luas, yaitu akan dapat mewujudkan al-wihdah al-islamiyah (baca; persatuan umat). Karena dengan adanya ukhuwah, setiap muslim tidak akan memandang seseorang dari sukunya, bahasanya, negaranya, warna kulitnya, warna rambutnya, organisasinya, partainya dan lain sebagainya. Namun ia akan melihat seseorang dari segi aqidahnya. Siapapun ia, jika ia mentauhidkan Allah, beragamakan Islam, bermanhajkan Al-Qur’an, berkiblatkan ka’bah, bersunahkan sunah Rasulullah SAW, maka ia adalah saudaranya. Sehingga ia akan memandang bahwa di setiap daerah, setiap wilayah atau bahkan di negara manapun yang di sana terdapat orang-orang yang memperjuangkan kalimatullah, maka itu adalah negrinya. Dan setiap muslim memiliki kewajiban untuk senantiasa menolong saudaranya di jalan Allah SWT. Atau paling tidak, harus memiliki kepedulian terhadap kebutuhan dan kesusahan yang dialami saudaranya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda :
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ لاَ يَهْتَمْ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ (رواه الطبراني)
Dari Hudzaifah bin Yaman ra, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang tidak peduli terhadap urusan kaum muslimin, maka bukanlah ia termasuk golongan mereka (kaum muslimin).” (HR. Tabrani)
            Adapun pada zaman sekarang ini, berangkat dari ketiadaan ukhuwah, maka seolah tiada pula persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam. Hampir setiap organisasi, kelompok, partai berpecah belah satu dengan yang lainnya. Ini masih dalam satu negara, maka apatah lagi jika sudah berbeda negara, berbeda warna kulit dan lain sebagainya. Kondisi seperti ini diperparah lagi dengan adanya konspirasi kaum barat yang berusaha untuk memecah belah kaum muslimin. Sehingga saat ini dapat dikatakan tidak ada satu negara muslim pun yang secara politiknya mencoba untuk merealisasikan ukhuwah dalam politik luar negrinya terhadap negara muslim lainnya. Padahal ukhuwah merupakan bagian terpenting dari keimanan. Karena tiada kesempurnaan iman tanpa adanya ukhuwah.    


Penutup
          Inilah sekelumit bahasan tentang ukhuwah, yang tentunya kita semua harus berusaha untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam skala individu, sosial, nasional, bahkan internasional. Karena kita akan lemah tanpa adanya ukhuwah, sebaliknya kita akan dapat kuat dan besar dengan merealisasikan ukhuwah dalam jiwa kita. Sementara, ukhuwah merupakan buah dan konsekwensi logis dari keimanan kepada Allah SWT. Dalam artian, bahwa ukhuwah mustahil direalisasikan tanpa memperdalam dan memperkokoh keimanan.           Jadi, jalan yang harus ditempuh oleh setiap muslim adalah memperkokoh keimanan dan mempertebal ketakwaan kepada Allah SWT. Karena hal tersebut merupakan ‘pondasi’ dari ukhuwah, untuk kemudian mencoba mengamalkan kiat-kiat Rasulullah SAW dalam mempertebal rasa ukhuwah dalam diri kita masing-masing. Dan akhirnya, semoga Allah SWT menjadikan kita sebagai orang-orang yang senantiasa dikuatkan keimanannya, dipererat ukhuwahnya dan dijadikan sebagai hamba-hamba yang berhak mendapatkan sorga dari-Nya. Amin..               

Wallahu A’lam Bis Shawab.

 
Bahan Bacaan
 
Hamid, Muhammad Abdul Halim. Sifat wa Sulukiyat Tarbawiyah. 1998 – 1419 H. Kairo – Mesir : Dar al-Tauzi’ wa al-Nasyr al-islamiyah.
Jarror, Husni Adham. Bercinta dan Bersaudara Karena Allah. 1993 – 1413 H. Cet. VIII. Jakarta – Indonesia : Gema Insani Press.
Ulwan, Abdullah Nasih. Al-Ukhuwah Al-Islamiyah. 1997 – 1417 H. Cet. VI. Kairo – Mesir : Dar Al-Salam li al-Thaba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi’.
Al-Wakil, Abdul Wahid. Buyutuna fi Ramadhan. 1997. Kairo – Mesir : Dar al-Tauzi wa al-Nasyr al-Islamiyah.
CD. ROM. Maushu’ah al-Hadits al-Syarif. Versi 2.00 : Syirkah al-Baramij al-Islamiyah al-Dauliyah (Global Islamic Software Company)
CD. ROM. Al-Qur’an Al-Karim. Versi 6.50 : Syirkah Sakhr Li Baramij al-Hasib (1991 – 1997).
 

Senin, 27 April 2015

File PKL di Mts Negeri Kanigoro


File ini berisi Laporan + PTK bisa download di sini

Sabtu, 25 April 2015

Qasidah Allahu Rabbi


هذه القصدة الله رَبِّي

الله   الله   ,   الله   الله   ,   الله   الله   ,   الله   الله
الله الله  ,  الله  رَ بِّي عَوْنِ وَ حَسْبِيْ مَالِي سِـوَاهُ
Allah… Allah… Allah…Allah… Allah…Allah… Allah…Allah…
Allah…Allah… Wahai Yang Maha Mengasuhku, Maha Menolongku, Maha Mencukupi, Tiada bagiku Selain-Nya,

يَاسَاقِيَ  الْقَوْمَ  مِنْ  شَذَاهُ   الْكُلُّ  لمَاَّ  سَقَـيْتَ  تَاهُو
Wahai Yang Maha Membasahi kaum shalih dengan Semerbak Indah Kelembutan-Nya yang menyeluruh, hingga membuat mereka tenggelam dalam Keasyikan dan Kelezatan Munajat,

تَاهُوْ ا وَبِالْحُبِّ  فِيْكَ  فَاهُو وَصَرَّحُو ا فِيْكَ  ثُمَّ   بَاحُوا
Setelah Mereka tenggelam dalam Asyiknya Kerinduan Pada-Mu, maka terlantunlah kalimat indah dari bibir mereka dan mereka meneriakkan Mutiara Hikmah Indah itu tak henti-hentinya hingga mereka kehabisan suara karena asyiknya,

يَاعَاذِ لِي  خَلَّنِى وَ شُرْ بِي فَلَسْتَ تَدْرِى الشَّرَ ا بَ مَاهُو
Wahai yang mendengki padaku biarkan aku bersama regukan asyikku dengan kekasihku, tahukah engkau apakah yang kumaksud dengan regukan kenikmatan?,

مَا قُلْتُ  لِلْقَلْبِ  اَيْنَ حِبِّي إِ لاَّ وَ قَـالَ الضَّمِـيْرُ  هَـاهُو
Tidaklah kukatakan pada hatiku: “Dimanakah Engkau Wahai Dzat yang Kurindukan?”, maka Dia (Allah) menjawab panggilan hatiku dengan ucapan: “INILAH DIA DZAT YANG KAU SERU …” (Allah selalu menjawab panggilan Hamba-Nya yang merindukan-Nya,

اَحْبَبْتُ مَوْ لاَ إِذَا  تَجَلَّى يَقْتَبِسُ  الْبَدْرُ  مِنْ سَنَاهُ
Aku merindukan Yang Maha Agung bila terbuka Gerbang Limpahan Keindahan dan Kemegahan-Nya, Maka Bulan Purnama yang terang benderang pun membias indah dari Cahaya Keindahan-Nya,

وَ لاَ أُسَمِّيْهِ  غَيْرَ أَ نِّي إِذ َغَلَبَ  الْوَ قْتِ  قُلْتُ يَاهُو
Dan tidaklah aku mampu untuk selalu memanggil Nama-Nya, maka apabila telah memuncak Gejolak Dahsyatnya Kerinduanku pada-Nya maka bergeraklah bibirku memanggil Nya: “WAHAI DIA” (“Wahai Dia” yang dimaksud adalah Wahai Dia yang dengan Segala Keindahan Kesempurnaan-Nya),
penulis syair tak mampu mengucapkan “Wahai Engkau” karena terlalu Dahsyatnya Kerinduan

Makalah Cinta


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Banyak kalangan salah kaprah dalam menggambarkan cinta. Mereka seolah tak acuh akan permasalahan cinta yang sesungguhnya. Mereka memosisikan cinta pada tempat yang sangat buruk dan melemparkan fitnah buruk serta memaparkan karakteristik yang bukan karekteristiknya. Tidak diragukan lagi bahwa banyak pihak yang mulai mengatasnamakan cinta dengan penampilan yang palsu.banyak pihak yang menganggap bahwa melampiaskan hawa nafsu adalah bagian dari cinta,dan betapa banyak para pendusta menganggap apa yang dilakukan adalah cinta demi kepentingan semata. Di sisi lain, kita pun banyak melihat para pengusa yang mengenakan topeng cinta untuk mengekalkan kekuasaan, serta banyak orang jahat menampilkan cinta dengan maksud memunculkan keburukan dan tipu daya yang tertanam dalam dirinya.

Rumusan Masalah 
Arti cinta sesungguhnya?
Cara cinta kepada Allah?
Cara  cinta sesama manusia?
Cara  cinta kepada alam?

Tujuan
Mengetahui mengartikan cinta yang benar.
Mengetahui cara mencintai Allah.
Mengetahui cara mencintai sesama manusia.
Mengetahui cara mencintai alam.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  ARTI CINTA SESUNGGUHNYA
Cinta adalah suatu hal yang produktif ,sedangkan kebencian adalah suatu yang semu. Cinta adalah penerangan,kebencian adalah kegelapan. Cinta membangun kepribadian, sedangkan kebencian perusaknya.cinta menbuka semua pintu hati yang tertutup,sedangkan kebencian menutup pintu hati yang terbuka. Cinta mampu mengetarkan gunung dan bukit-bukit,sedangkan kebencian menghentikan semua langkah. Cinta mampu menghidupkan semua yang mati, sedangkan kebencian mematikan semua hati yang hidup. Cinta itu abtrak namun pengaruhnya sangat kuat bagi kita, karena cinta raja menjadi budak dan budak pun bisa jadi raja, cinta adalah sebuah persahabatan yang mengikat bagaikan 2 jiwa insan untuk saling menyatukan segalanya.                      
Cinta  adalah  sebuah emosi dari kasih sayang  yang  kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks  filosofi cinta merupakan sifat baik  yang  mewarisi  semua kebaikan, perasaan belas kasih dan  kasih sayang. Pendapat  lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif  yang dilakukan manusia terhadap objek lain, membantu,  menuruti  perkataan, mengikuti , patuh , dan mau melakukan apapun yang  diinginkan objek tersebut.
Cinta  adalah satu perkataan yang mengandungi makna perasaan yang rumit. Bisa dialami semua makhluk. Penggunaan perkataan cinta juga dipengaruhi perkembangan semasa. Perkataan sentiasa berubah arti menurut tanggapan, pemahaman dan penggunaan di dalam keadaan, kedudukan dan generasi masyarakat yang berbeda. Sifat cinta  dalam pengertian abad ke 21 mungkin berbeda daripada abad-abad yang lalu.
Betapa banyak saudara kita dapatkan bukan karena hubungan sedarah. Betapa banyak individu di dunia ini bisa kita anggap pula orang pengkhianat, hidup dalam naungan diri! Semua itu hanyalah Karena cinta. Maha benar allah dengan segala firmanya,
“ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadp mereka.”(at-Taghaabun[64]:14) 
Cinta adalah landasan dasar dari semua hubungan di antara semua komponen di alam semesta ini, termasuk hubungan antara manusia,segala yang menghubungkan dengannya dan bahkan benda mati. Orang pun seolah sudah terlalu terkontaminasi dengan berbagai dunia luar dan berbagai kepentingan, hingga mereka luput untuk bisa menikmati keceriaan dan  kenikmatan yang ada pada kehidupan
Cinta pun bisa diartikan sebagai pangkal kebajikan  dan  pokok dari semua     perbuatan baik. Cinta seharusnya bisa memberikan dengan tulus dan tanpa henti. Ia harus  usaha untuk selalu memberi kesempatan terbaik, member segalanya hal tanpa pamrih. Cinta tidak seharusnya diberi tapi memberi dan memberi. Memberi secara terus – menerus dan tanpa henti. Memberi dengan penuh ketulusan dan tanpa mengharapkan pamrih,dan memberi tanpa batas.
Pada hakekatnya Cinta itu adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang diridhai Allah SWT, maka ia akan menjadi ibadah. Dan apabila sebaliknya, jika cinta itu tidak sesuai dengan ridha Allah SWT maka akan menjadi perbuatan maksiat (seperti yang terjadi pada zaman sekarang ini). Berarti jelas bahwa cinta adalah ibadah hati yang bila keliru menempatkannya akan menjatuhkan kita ke dalam sesuatu yang dimurkai Allah yaitu kesyirikan.
Islam menyeru kepada cinta, yaitu cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulullah, cinta kepada Agama, cinta kepada aqidah, juga cinta kepada sesama makhluk, sebagaimana Allah menjadikan perasaan cinta antara suami istri sebagai sebagian tanda dan bukti kekuasaan-Nya, firman Allah SWT:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Ruum: 21)”.
Cinta Menurut al-QUR’AN:
1. CINTA MAWADDAH adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan “nggemesi”. Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.
2. CINTA RAHMAH adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih walaupun ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antara orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur’an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham , yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim ertinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.
3. CINTA MAIL adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedut seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur’an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.
4. CINTA SYAGHAF adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) boleh jadi seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyedari apa yang dilakukan. Al Qur’an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, isteri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.
5. CINTA RA’FAH yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak sanggup membangunkannya untuk sholat, membelanya meskipun salah. Al Qur’an menyebut istilah ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini hukuman bagi penzina (Q/24:2).
6. CINTA SHOBWAH yaitu cinta buta, cinta yang mendorong kelakuan yang menyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur’an menyebut istilah ini ketika mengisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, “wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)”.
7. CINTA SYAUQ (RINDU), istilah ini bukan dari Al Qur’an tetapi dari hadis yang menafsirkan Al Qur’an. Dalam surat Al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma’tsur dari hadis riwayat Ahmad :  ”wa as’aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa’ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu”. Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab “Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin”, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, (hurqat al mahabbah wa il tihab naruha fi qalb al muhibbi).
8. CINTA KULFAH yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positif meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut Al Qur’an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, “la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)”.Rasullah telah mengangkat posisinya
2.2 CARA CINTA KEPADA ALLAH S.W.T 
Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaan-Nya yang lain. 
Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya fikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah, manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentauan-Nya. Untuk itu, manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah. 
Dengan demikian, dalam kehidupan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dan sebagai hamba Allah. Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh, dengan tidak menjalani yang satu sambil mengabaikan yang lain. Sebab memilih salah satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan dan fungsi kemanusiaan yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawentahkan prinsip tauhid secara maksimal. 
Pola hubungan dengan Allah juga harus dijalani dengan ikhlas, artinya pola ini dijalani dengan mengharapkan keridloan Allah. Sehingga pusat perhatian dalam menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah. Dengan demikian, berarti diberikan penekanan menjadi insan yang mengembangkan dua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, sehingga muncul manusia-manusia yang berkesadaran tinggi, kreatif dan dinamik dalam berhubungan dengan Allah, namun tetap taqwa dan tidak pongah Kepada Allah. 
Dengan karunia akal, manusia berfikir, merenungkan dan berfikir tentang ke-Maha-anNya, yakni ke-Mahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun. Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif memungkinkan dirinyas untuk menirukan fungsi ke-Maha-anNya itu, sebab dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah - fitrah suci yang selalu memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepadaNya, Manusia berarti tengah menjalankan fungsi Al Quddus. Ketika manusia berbelas kasih dan berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka ia telah memerankan fungsi Arrahman dan Arrahim. Ketika manusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi Al Ghoniyyu. Demikian pula dengan peran ke-Maha- an Allah yang lain, Assalam, Al Mukmin, dan lain sebagainya. Atau pendek kata, manusia dengan anugrah akal dan seperangkat potensi yang dimilikinya yang dikerjakan dengan niat yang sungguh-sungguh, akan memungkinkan manusia menggapai dan memerankan fungsi-fungsi Asma'ul Husna. 
Di dalam melakukan pekerjaannya itu, manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. Dari semua pola tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai yang diupayakan, karenanya manusia dituntut untuk selalu memfungsikan secara maksimal kemerdekaan yang dimilikinya, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama dalam konteks kehidupan di tengah-tengah alam dan kerumunan masyarakat, sebab perubahan dan perkembangan hanyalah milikNya, oleh dan dari manusia itu sendiri.
Sekalipun di dalam diri manusia dikaruniai kemerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu dipagari oleh keterbatasan-keterbatasan, sebab perputaran itu semata-mata tetap dikendalaikan oleh kepastian-kepastian yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana,yang semua alam ciptaanNya ini selalu tunduk pada sunnahNya, pada keharusan universal atau takdir. Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha ( ikhtiar ) untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh, kaya atau miskin, manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas dengan hasil karyanya. Tetapi harus sadar pula dengan keterbatasan- keterbatasannya, karena semua itu terjadi sesuai sunnatullah, hukum alam dan sebab akibat yang selamanya tidak berubah, maka segala upaya harus diserrtai dengan tawakkal. Dari sini dapat dipahami bahwa manusia dalam hidup dan kehidupannya harus selalu dinamis, penuh dengan gerak dan semangat untuk berprestasi secara tidak fatalistis. Dan apabila usaha itu belum berhasil, maka harus ditanggapi dengan lapang dada, qona'ah (menerima) karena disitulah sunnatullah berlaku. Karenanya setiap usaha yang dilakukan harus disertai dengan sikap tawakkal kepadaNya.  

2.3 CARA MENCINTAI SESAMA
Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruhNya kepada materi dasar manusia menunjukan , bahwa manusia berkedudukaan mulia diantara ciptaan-ciptaan Allah. 
Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki manusia, anak manusia mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Sebagai warga dunia manusia adalah satu dan sebagai warga negara manusia adalah sebangsa , sebagai mukmin manusia adalah bersaudara. 18) 
Tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya , kecuali karena ketakwaannya. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya , tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya, agar antara satu dengan yang lainnya saling mengenal, selalu memadu kelebihan masing-masing untuk saling kait mengkait atau setidaknya manusia harus berlomba dalam mencari dan mencapai kebaikan, oleh karena itu manusia dituntut untuk saling menghormati, bekerjasama, tolong menolong, menasehati, dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama. 
Manusia telah dan harus selalu mengembangkan tanggapannya terhadap kehidupan. Tanggapan tersebut pada umumnya merupakan usaha mengembangkan kehidupan berupa hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Dengan demikian maka hasil itu merupakan budaya manusia, yang sebagian dilestarikan sebagai tradisi, dan sebagian diubah. Pelestarian dan perubahan selalu mewarnai kehidupan manusia. Inipun dilakukan dengan selalu memuat nilai-nilai yang telah disebut di bagian awal, sehingga budaya yang bersesuaian bahkan yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai tersebut dilestarikan, sedang budaya yang tidak bersesuaian diperbaharui. 
Kerangka bersikap tersebut mengisyaratkan bergerak secara dinamik dan kreatif dalam kehidupan manusia. Manusia dituntut untuk memanfaatkan potensinya yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Melalui pemanfaatan potensi diri itu justru manusia menyadari asal mulanya, kejadian, dan makna kehadirannya di dunia. 
Dengan demikian pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai dalam hubungan dengan Allah, manusia dan alam selaras dengan perekembangan kehidupandan mengingat perkembangan suasana. Memang manusia harus berusaha menegakan iman, taqwa dan amal shaleh guna mewujudkan kehidupan yang baik dan penuh rahmat di dunia. Di dalam kehidupan itu sesama manusia saling menghormati harkat dan martabat masing-masing , berderajat, berlaku adil dan mengusahakan kebahagiaan bersama. Untuk diperlukan kerjasama yang harus didahului dengan sikap keterbukaan, komunikasi dan dialog antar sesama. Semua usaha dan perjuangan ini harus terus -menerus dilakukan sepanjang sejarah. 
Melalui pandangan seperti ini pula kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara dikembangkan. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk bekerja sama serta berdampingan setara dan saling pengertian. Bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita bersama : hidup dalam kemajuan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Tolok ukur bernegara adalah keadilan, persamaan hukum dan perintah serta adanya permusyawaratan. 
Sedangkan hubungan antara muslim dan non muslim dilakukan guna membina kehidupan manusia dengan tanpa mengorbankan keyakinan terhadap universalitas dan kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan paripurna. Dengan tetap berpegang pada keyakinan ini, dibina hubungan dan kerja sama secara damai dalam mencapai cita-cita kehidupan bersama ummat manusia. 
Nilai -nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudaraan antar insan pergerakan , persaudaraan sesama Islam , persaudaraan sesama warga bangsa dan persaudaraan sesama ummat manusia . Perilaku persaudaraan ini , harus menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapat memberikan kemanfaatan maksimal untuk diri dan lingkungan persaudaraan. 
2.4 CARA CINTA KEPADA ALAM
Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT. 19) Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya.20) Alam juga menunjukan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. 21) Berarti juga nilai tauhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan alam . 

Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah menundukan alam bagi manusia , 22) dan bukan sebaliknya . Jika sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam , bukan penghambaan terhadap Allah. Karena itu sesungguhnya berkedudukan sebagai khalifah di bumi untuk menjadikan bumi maupun alam sebagai obyek dan wahana dalam bertauhid dan menegaskan dirinya. 23) 

Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan diarahkan kepada kebaikan di akhirat, 24) di sini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala aspek kehidupan manusia. 25) Sebab akhirat adalah masa masa depan eskatologis yang tak terelakan . 26) Kehidupan akhirat akan dicapai dengan sukses kalau kehidupan manusia benar-benar fungsional dan beramal shaleh. 27) 
Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan . Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam , memakmurkan bumi dan menyelenggarakan kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut. Cara-cara tersebut dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia terhadap pekerjaan ,nafkah dan masa depan. Maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama. Hidup bersama antar manusia berarti hidup dalam kerja sama , tolong menolong dan tenggang rasa. 
Salah satu hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia . Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tertentu; karena alam ciptaan Allah bukanlah sepenuhnya siap pakai, melainkan memerlukan pemahaman terhadap alam dan ikhtiar untuk mendayagunakannya. 
Namun pada dasarnya ilmu pengetahuan bersumber dari Allah. Penguasaan dan pengembangannya disandarkan pada pemahaman terhadap ayat-ayat Allah. Ayat-ayat tersebut berupa wahyu dan seluruh ciptaanNya. Untuk memahami dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan aktifitas intelektualnya. Di sini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihad yang utuh dan sistimatis terhadap ayat-ayat Allah, mengembangkan pemahaman tersebut menjadi iptek, menciptakan kebaruan iptek dalam koteks ke,manusiaan, maupun menentukan simpul-simpul penyelesaian terhadap masalah-masalah yang ditimbulkannya. Iptek merupakan perwujudan fisik dari ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, terutama digunakan untuk memudahkan kehidupan praktis. 
Penciptaan, pengembangan dan penguasaan atas iptek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari. Jika manusia menginginkan kemudahan hidup, untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama bukan sebaliknya. Usaha untuk memanfaatkan iptek tersebut menuntut pengembangan semangat kebenaran, keadilan , kmanusiaan dan kedamaian. Semua hal tersebut dilaksanakan sepanjang hayat, seiring perjalanan hidup manusia dan keluasan iptek. Sehingga, berbarengan dengan keteguhan iman-tauhid, manusia dapat menempatkan diri pada derajat yang tinggi 



BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Cinta mampu menciptakan keajaiban. Panah cinta akan mampu menghabisi semua virus kebencian dan racun kedengkian dalam hati. Cinta akan mampu menghapus sisi buruk seseorang dan menghilangkan kedengkian dalam hatinya. Dengan perlahan, cinta mampu mengubah perilaku buruk seseorang menjadi perilaku tenang dan damai dengan kebaikannya. Dan,mengubah sosok yang beringas menjadi sosok yang murah hati. Dengan cinta, seseorang bisa menemukan kegembiraan dan kebahagian, serta kenikmatan dan loyalitas. Ini keajaiban dan kekuatan cinta yang Allah swt. ciptakan  dan Rasullah tebarkan. 




DAFTAR PUSTAKA

Majdy, marjan, Tuhan & Nabi Cinta, Embun publishing, Jakarta: 2011.
Gong,gola, Ini Rumah Kita Sayang, Gema Insani Press, Jakarta: 2006