Muqadimah
Ukhuwah merupakan anugrah Allah yang
tiada terhingga yang Allah limpahkan hanya kepada hamba-hamba-Nya yang
dikehendaki-Nya saja. Ukhuwah juga merupakan kenikmatan yang tidak dapat diukur
oleh materi apapun yang ada di dunia ini. Bahkan kendatipun seluruh manusia
sepakat untuk mengumpulkan semua kekayaan mereka, namun itu semua tidak dapat
digunakan untuk membeli ‘ukhuwah’. Karena ukhuwah tumbuh dan lahir dari cahaya
keimanan yang membara dalam sanubari seorang hamba. Allah SWT mengatakan dalam
Al-Qur’an (QS. 8 : 63) :
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا
مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ*
“Dan
(Allahlah) Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di
bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah
telah mempersatukan hati mereka.
Sesungguhnya
Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Itulah
ukhuwah Islamiyah, yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnya. Dan banyak pula diamalkan oleh generasi berikutnya hingga pada masa
kita sekarang ini. Walaupun seolah dengan berlalunya zaman, berlalu pula ruh
ukhuwah dari dalam jiwa kaum muslimin. Bahkan jika kita perhatikan kondisi
kontemporer kaum muslimin, kita mendapatkan terjadinya perpecahan yang tiada
berkesudahan. Padahal, perpecahan merupakan sesuatu yang sangat dilarang dalam
Islam. Allah SWT berfirman (QS. 3 : 103) :
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوْا، وَاذْكُرُوْا
نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ
فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا…*
“Dan
berpegang teguhlah kalian pada tali Allah (Al-Islam) dan janganlah kalian
berpecah belah. Dan ingatlah oleh kalian akan nikmat Allah yang diberikan pada
kalian, ketika dahulu kalian saling bermusuhan lalu Allah satukan diantara hati
kalian. Dan jadilah kalian atas kenikmatan Allah tersebut menjadi
bersaudara…”
Mereka
menjalin persaudaraan yang demikian eratnya, bahkan lebih erat dari persaudaraan
yang terlahir karena adanya garis nasab. Oleh karena itulah, Allah menggambarkan
hal ini sebagai suatu kenikmatan yang tidak dapat diukur dengan ukuran materiil,
sebesar apapun materi tersebut.
Makna
Ukhuwah
Dari segi bahasa, ukhuwah merupakan
bentuk mashdar (baca; infinitif) dari kata ‘Akha’ yang berarti
bersaudara. Sedangkan ukhuwah berarti persaudaraan. Adapun dari segi istilahnya,
para ulama memiliki definisi yang beragam. Diantaranya adalah sebagaimana yang
dikemukakan oleh Dr. Abdullah Nasih Ulwan : (1997 : 5)
الأخوة هي قوة إيمانية تورث الشعور العميق بالعاطفة، والمحبة، والإحترام،
والثقة المتبادلة..
مع كل من يربطه وإياه أواصر العقيدة الإسلامية ووشائح الإيمان
والتقوى..
Ukhuwah
merupakan kekuatan iman yang melahirkan perasaan kasih sayang yang mendalam,
cinta, penghormatan dan rasa saling tisqah (baca; salinng percaya), terhadap
seluruh insan yang memiliki ikatan aqidah Islamiyah yang sama dan juga yang
memiliki cahaya keimanan dan ketaqwaan..
Jadi,
ukhuwah merupakan sesuatu yang terlahir dari keimanan yang mendalam, dan juga
merupakan buah dari ketaqwaan kepada Allah SWT. Oleh karena itulah, ulama
mengatakan, bahwa tidak ada iman tanpa ukhuwah, sebagaimana tidak ada ukhuwah
tanpa adanya pondasi iman. Membenarkan hal tersebut, firman Allah SWT (QS.
49 : 10)
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ*
“Sesungguhnya
orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu
dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”
Adapun
mengenai ukhuwah sebagai buah dari ketaqwaan, sekaligus menafikan tentang
persahabatan tanpa adanya ketaqwaan (QS. 43 : 67) :
الأَخِلاَّءُ
يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ*
“Teman-teman
akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain
kecuali
orang-orang yang bertakwa.”
Dari
sini kita juga dapat mengambil kesimpulan, bahwa seorang yang beriman apabila
tidak memiliki rasa ukhuwah terhadap sesama muslim lainnya, hal ini menunjukkan
bahwa imannya belum sempurna. Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda
:
عَنْ
أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (رواه
البخاري)
Dari
Qatadah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak beriman salah seorang diantara
kalian, hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri.’ (HR. Bukhari)
Keutamaan
Ukhuwah
Di luar keutamaan yang terkandung
dalam ukhuwah, sesungguhnya sebelum segala-galanya, ukhuwah merupakan perintah
Allah SWT. Perhatikan firman Allah berikut (QS. 3 : 103)
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ
بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ
تَهْتَدُونَ*
“Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di
tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.”
Ayat
di atas melarang kita untuk bercerai berai. Sedangkan bercerai berai merupakan
lawan dari persatuan, yang menjadi salah satu komponen mendasar ukhuwah
islamiyah. Namun demikian, disamping sebagai kewajiban, ukhuwah memiliki
keutamaan yang cukup banyak, diantaranya adalah:
1.
Wajah
orang yang berukhuwah akan bersinar.
Dalam
sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ عُمَرِ بْنَ الْخَطَّابِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ لأُنَاسًا مَا هُمْ بِأَنْبِيَاءَ
وَلاَ شُهَدَاءَ يَغْبِطُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ وَالشُّهَدَاءُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
بِمَكَانِهِمْ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ تُخْبِرُنَا مَنْ
هُمْ قَالَ هُمْ قَوْمٌ تَحَابُّوا بِرُوحِ اللَّهِ عَلَى غَيْرِ أَرْحَامٍ
بَيْنَهُمْ وَلاَ أَمْوَالٍ يَتَعَاطَوْنَهَا فَوَاللَّهِ إِنَّ وُجُوهَهُمْ
لَنُورٌ وَإِنَّهُمْ عَلَى نُورٍ لاَ يَخَافُونَ إِذَا خَافَ النَّاسُ وَلاَ
يَحْزَنُونَ إِذَا حَزِنَ النَّاسُ وَقَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ (أَلاَ إِنَّ
أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ) (رواه أبو
داود)
Dari
Umar bin Khatab ra, Rasulullah SAW mengatakan kepadaku, ‘sesungguhnya diantara
hamba-hamba Allah terdapat sekelompok orang yang mereka ini bukan para nabi dan
bukan pula orang yang mati syahid, namun posisi mereka di sisi Allah membuat
para nabi dan orang yang mati syahid menjadi iri. Para sahabat bertanya,
beritahukan kepada kami, siapakah mereka itu ya Rasulullah ? Beliau menjawab, ‘mereka adalah sekelompok
orang yang saling mencintai karena Allah SWT, meskipun diantara mereka tiada
ikatan persaudaraan dan tiada pula kepentingan materi yang memotivasi mereka.
Demi Allah, wajah mereka bercahaya, dan mereka berada di atas cahaya. Mereka
tidak takut manakala manusia takut, dan mereka tidak bersedih hati manakala
manusia bersdih hati.’ Lalu Rasulullah SAW membacakan ayat ‘Sesungguhnya
wali-wali Allah itu, mereka tidak takut dan tidak pula bersedih hati.” (HR. Abu
Daud)
2.
Tidak
takut dan tidak bersedih hati.
(sebagaimana
di gambarkan dalam hadits di atas)
3.
Akan
diampuni dosa-dosanya.
Rasulullah
SAW bersabda:
عَنْ سَلْمَانِ الْفَارِسِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ الْمُسْلَِ إِذَا لَقِيَ أَخَاهُ
الْمُسْلِمَ فَأَخَذَ بِيَدِهِ تَحَاتَتْ عَنْهُمَا ذُنُوْبُهُمَا كَمَا تَتَحَاتَّ
الْوَرَقَةُ عَنِ الشَّجَرَةِ اْليَابِسَةِ فِيْ يَوْمٍ رِيْحٍ عَاصِفٍ، وَإِلاَّ
غُفِرَ لَهُمَا ذُنُوْبُهُمَا وَلَوْ كَانَ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ (رواه الطبراني
في المعجم الكبير والبيهقي في شعب الإيمان )
Dari
Salman al-Farisi ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya seorang muslim,
apabila ia bertemu dengan saudaranya muslim yang lainnya, kemudian ia menjabat
tangannya, maka akan berguguranlah dosa keduanya sebagaimana bergugurannya
dedaunan dari sebuah pohon yang telah kering di hari angin bertiup sangat
kencang. Atau kalau tidak, dosa keduanya akan diampuni, meskipun sebanyak buih
di lautan. (HR. Imam Tabrani dalam Al-Mu’jam al-Kabir VI/ 256, dan Imam Baihaqi
dalam syu’ab al-Iman VI/ 437)
4.
Mendapatkan
‘naungan’ Allah, di hari tiada naungan selain naungan-Nya.
Rasulullah
SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَيْنَ
الْمُتَحَابُّونَ بِجَلاَلِي الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ
فِي ظِلِّي يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلِّي (رواه مسلم)
Dari
Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, bahwa Allah berfirman pada hari
kiamat. ‘Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku.? Pada
hari ini Aku akan menaungi mereka di hari tiada naungan selain naungan-Ku. (HR.
Muslim)
5.
Mendapatkan
cinta Allah.
Rasulullah
SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّ رَجُلاً زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ اللَّهُ لَهُ
عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ قَالَ أَيْنَ تُرِيدُ قَالَ
أُرِيدُ أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ قَالَ هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ
تَرُبُّهَا قَالَ لاَ غَيْرَ أَنِّي أَحْبَبْتُهُ فِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ
فَإِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ بِأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا
أَحْبَبْتَهُ فِيهِ (رواه
مسلم)
Dari
Abu Hurairah ra, bahwa seorang pemuda mengunjungi saudaranya di kota lain. Di
tengah perjalanannya, Allah mengutuskan padanya seorang malaikat (yang
menyamar). Ketika malaikat tiba padanya, berkata, ‘Wahai pemuda, engkau hendak
kemana?’ Ia menjawab, ‘aku ingin bersilaturahim ke tempat saudaraku di kota
ini.’ Malaikat bertanya lagi, ‘Apakah maksud kedatanganmu ada kepentingan
duniawi yang ingin kau cari?’ Ia menjawab, ‘Tidak, selain hanya karena aku
mencintainya karena Allah SWT.’ Kemudian malaikat berkata, ‘sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu, diperintahkan untuk menyampaikan kepadamu bahwa
Allah telah mencintaimu, sebagaimana kamu mencintai saudaramu tersebut. (HR.
Muslim)
6.
Dapat
merasakan manisnya iman.
Dalam
sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ
الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا
وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ
يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ (رواه
البخاري)
Dari
Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘ada tiga hal, yang apabila
ketiganya terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan dapat merasakan manisnnya
iman. (1) Lebih mencintai Allah dan rasul-Nya dari pada apapun selain keduanya.
(2) Mencintai seseorang semata-mata hanya karena Allah SWT. (3) Tidak menyukai
kembali pada kekafiran, sebagaimana ia benci jika dilemparkan ke dalam api
neraka. (HR. Bukhari)
Untuk melaksanakan kewajiban dalam
berukhuwah dan juga untuk dapat menggapai seluruh keutamaan yang terkandung
dalam ukhuwah, seroang muslim harus dapat merealisasikan syarat-syarat dalam
berukhuwah. Diantara syarat-syaratnya adalah:
1.
Ikhlas.
Ukhuwah
seorang muslim terhadap muslim lainnya, haruslah dilandasi dengan keikhlasan
kepada Allah SWT. Ukuhwah yang terlahir bukan karena sesuatu yang bersifat
keduniaan, atau karena termotivasi oleh kepentingan tertentu. Karena apabila
ukhuwah telah tercampur dengan ketidak ikhlasan, maka sudah menjadi hak Allah
apabila tidak menerima ukhuwah yang seperti itu. Kisah yang terdapat dalam
hadits, yang menceritakan seorang pemuda yang ingin mengunjungi ‘saudara
seimannya’ (lihat hadits keutamaan ukhuwah no. 5 dalam makalah ini) menunjukkan
bahwa ukhuwah itu harus ikhlas semata-mata cintanya hanya karena Allah. Dan
ukhuwah seperti inilah yang akan membuahkan mendapatkan cinta dari Allah
SWT.
2.
Dilandasi
dengan iman dan ketaqwaan.
Karena
hanya iman dan ketaqwaan sajalah, yang mampu menjadikan ukhuwah tetap bersih,
sebagaimana yang diinginkan oleh Islam. Allah menggambarkan dalam Al-Qur’an (QS.
43 : 67):
الأَخِلاَّءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ
الْمُتَّقِينَ*
“Teman-teman
akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain
kecuali
orang-orang yang bertakwa.”
3.
Komitmen
dengan adab Islam.
Ukhuwah
tidak akan pernah terajut, apabila kedua orang yang saling berukhuwah tidak
mengimplementasikan adab dan perilaku islami. Dan hal seperti inilah, yang
maknanya terkandung dalam salah satu sabda Rasulullah SAW
:
…وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِيْ اللهِ اجْتَمَعَا
عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ …
…dan
dua orang pemuda, yang saling mencintai karena Allah. Mereka bertemu karena
Allah dan merekapun berpisah karena Allah SWT… (HR.
Muslim)
4.
Berlandaskan
pada prinsip saling menasehati kerena Allah.
Dalam
sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan bahwa:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : المُؤْمِنُ مِرْآةَ أَخِيْهِ إِذَا رَأَى فِيْهَا
عَيْبًا أَصْلَحَهُ
(رواه البخاري في الأدب المفرد)
Dari
Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorang mu’min merupakan cermin bagi
mu’min lainnya, yang apabila ia melihat pada aib pada diri saudaranya, ia
memperbaikinya. (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad)
5.
Saling
tolong menolong dalam kesenangan dan kesusahan.
Hal
ini digambarkan Allah dalam Al-Qur’an (QS. 5 : 2)
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ *
“Dan
tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah kalian
saling tolong menolong dalam perbuatan dosa dan
permusuhan.”
Tolong
menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan merupakan perintah Allah SWT, baik dalam
kondisi suka maupun duka. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW
mengungkapkan :
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ
وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ
تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رواه مسلم)
Dari
Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Perumpamaan orang-orang mu’min
dalam hal kecintaan dan kasih sayang diantara mereka adalah laksana satu tubuh,
yang apabila terdapat salah satu anggota tubuhnya yang sakit, maka seluruh
tubuhnya akan merasakan sakit, dengan tidak dapat tidur dan demam.’ (HR.
Muslim)
Terdapat beberapa cara untuk dapat
menumbuhkan serta mempererat jalinan tali ukhuwah yang terajut diantara kaum
muslimin. Diantara caranya adalah:
1.
Memberitahukan
rasa ‘cinta’nya kepada saudaranya.
Hal
ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:
عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ وَقَدْ كَانَ أَدْرَكَهُ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا أَحَبَّ الرَّجُلُ
أَخَاهُ فَلْيُخْبِرْهُ أَنَّهُ يُحِبُّهُ (رواه أبو داود)
Dari
Al-Miqdam bin Ma’di Karib, Rasulullah SAW bersabda, ‘Apabila seorang mu’min
mencintai saudaranya sesama mu’min, maka beritahukanlah bahwa ia mencintainya
(karena Allah SWT) (HR. Abu Daud)
Dalam
riwayat lain, dikisahkan :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَجُلاً كَانَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَرَّ بِهِ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
إِنِّي لأُحِبُّ هَذَا فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَعْلَمْتَهُ قَالَ لاَ قَالَ أَعْلِمْهُ قَالَ فَلَحِقَهُ فَقَالَ إِنِّي
أُحِبُّكَ فِي اللَّهِ فَقَالَ أَحَبَّكَ الَّذِي أَحْبَبْتَنِي لَهُ (رواه أبو
داود)
Dari
Anas bin Malik ra, bahwa seorang pemuda ada di samping Rasulullah SAW, kemudian
tidak lama kemudian, lewatlah seseorang melalui mereka. Kemudian pemuda ini
mengatakan, ‘Ya Rasulullah, sungguh aku mencintai orang itu (karena Allah).’
Kemudian Rasulullah SAW bertanya, ‘sudahkah engkau memberitahukan padanya?’ Ia menjawab, ‘belum.’ Rasulullah SAW
mengatakan, kalau demikian beritahukalah padanya.’ Lalu pemuda ini mengikuti
orang tersebut dan mengatakan padanya, ‘aku mencintaimu karena Allah.’ Orang
tersebut menjawab, ‘Semoga Allah mencintaimu seperti engkau mencintaiku
karena-Nya.’ (HR. Abu Daud)
2.
Mendoakan
saudaranya
Dalam
sebuah riwayat dikisahkan:
عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ اسْتَأْذَنْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْعُمْرَةِ فَأَذِنَ لِي وَقَالَ لاَ تَنْسَنَا
يَا أُخَيَّ مِنْ دُعَائِكَ فَقَالَ كَلِمَةً مَا يَسُرُّنِي أَنَّ لِي بِهَا
الدُّنْيَا (رواه أبو داود)
Dari
Umar bin Khattab ra, aku meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk pergi umrah.
Kemudian Rasulullah SAW mengizinka aku dan berkata, ‘jangan lupa wahai saudaraku
doanya. Beliau mengucapkan sebuah kalimat yang teramat membahagiakan, seakan aku
memiliki dunia. (HR. Abu Daud)
3.
Memberikan
senyuman.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الصَّامِتِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِيَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ
شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ (رواه مسلم)
Dari
Abu Dzar ra, Rasulullah SAW mengatakan kepadaku, ‘janganlah kalian menganggap
remeh satu perbuatan baik sedikitpun, meskipun hanya memberikan senyuman (wajah
yang ramah) kepada kepada saudaramu. (HR. Muslim)
4.
Menjabat
tangan.
Dalam
sebuah hadits Rasulullah SAW
mengatakan:
عَنْ
سَلْمَانِ الْفَارِسِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا لَقِيَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فَأَخَذَ
بِيَدِهِ تَحَاتَتْ عَنْهُمَا ذُنُوْبُهُمَا كَمَا تَتَحَاتَّ الْوَرَقَةُ عَنِ
الشَّجَرَةِ اْليَابِسَةِ فِيْ يَوْمٍ رِيْحٍ عَاصِفٍ، وَإِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا
ذُنُوْبُهُمَا وَلَوْ كَانَ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ (رواه الطبراني في المعجم
الكبير والبيهقي في شعب الإيمان )
Dari
Salman al-Farisi ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya seorang muslim,
apabila ia bertemu dengan saudaranya muslim yang lainnya, kemudian ia menjabat
tangannya, maka akan berguguranlah dosa keduanya sebagaimana bergugurannya
dedaunan dari sebuah pohon yang telah kering di hari angin bertiup sangat
kencang. Atau kalau tidak, dosa keduanya akan diampuni, meskipun sebanyak buih
di lautan. (HR. Imam Tabrani dalam Al-Mu’jam al-Kabir VI/ 256, dan Imam Baihaqi
dalam syu’ab al-Iman VI/ 437)
5.
Bersilaturahim.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَجَبَتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ
وَالْمُتَجَالِسِينَ فِيَّ وَالْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ وَالْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ
(رواه أحمد)
Rasulullah
SAW bersabda, bahwa Allah berfirman, ‘Cinta-Ku wajib diberikan kepada orang yang
saling mencintai karena-Ku, kepada yang saling duduk karena-Ku, kepada yang
saling mengunjungi (bersilaturahim) karena-Ku, dan yang saling berlomba untuk
berkorban karena-Ku.” (HR. Ahmad bin Hambal)
6.
Mengucapkan
selamat pada moment tertentu.
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَقِيَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ بَمَا يُحِبُّ لِيَسَّرَهُ
بِذَلِكَ سَرَّهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه الطبراني في المعجم
الصغير)
Dari
Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang bertemu dengan
saudaranya yang muslim dengan sesuatu yang menyenangkannya untuk
membahagiakannya, maka sungguh Allah akan membahagiakannya pada hari kiamat.
(HR. Tabrani dalam Mu’jam Shaghir, II/288)
7.
Memberikan
hadiah.
Dalam
sebuah hadits, Rasulullah SAW mengemukakan:
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَهَادُوْا تَحَابَّوْا
Saling
mencintai dan saling memberi hadiahlah kalian (HR. Baihaqi &
Tabrani)
8.
Memberikan
perhatian penuh pada kebutuhan saudaranya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا
نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ
عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَمَنْ
سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي
عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ (رواه مسلم)
Dari
Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melapangkan
kesempitan dunia seorang mu’min, maka Alla akan melapangkan baginya kesempitan
pada hari kiamat. Dan barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka
Allah akan mempermudahnya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Barang siapa yang
menutupi sela seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya di dunia dan di
akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya tersebut
menolong saudaranya.
(HR.
Muslim)
9.
Melaksanakan
semua hak-hak ukhuwah.
Terdapat
beberapa hal, yang menjadi hak seorang muslim dengan muslim lainnya dalam
berukhuwah yang harus ditunaikan oleh setiap muslim. Hak-hak tersebut akan
dibahas dalam pembahasan berikut:
Dalam ukhuwah terdapat hak-hak yang
mesti dilaksanakan oleh sesama muslim yang saling bersaudara karena Allah SWT.
Diantara hak-hak tersebut adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Rasulullah
SAW dalam sebuah haditsnya:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ
قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا
اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا
مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ (رواه مسلم)
Dari
Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Hak seorang muslim dengan muslim
lainnya ada eman. Para sahabat bertanya, ‘Apa itu wahai Rasulullah SAW? Beliau
menjwab, ‘apabila engkau bertemu dengannya ucapkanlah salam, apabila ia
mengundangmu penuhilah, apabila ia minta nasehat darimu nasehatilah, apabila ia
bersin doakanlah, apabila ia sakit tengoklah, dan apabila ia meninggal dunia
maka ikutilah jenazahnya.” (HR.
Muslim)
Dari
hadits di atas, dapat kita petik kesimpulan, bahwa diantara hak ukhuwah seorang
muslim terhadap muslim lainnya adalah:
1.
Mengucapkan
salam.
2.
Memenuhi
undangannya.
3.
Memberikan
nasehat.
4.
Mendoakan
ketika bersin.
5.
Menengok
ketika sakit.
6.
Mengikuti
jenazahnya ketika meninggal dunia.
Selain
keenam hak ini, juga masih terdapat hak lainnya, yaitu sebagaimana yang terdapat
dalam sebuah hadits:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ
عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ
يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا
سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا
كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ (رواه مسلم)
Dari
Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melapangkan
kesempitan dunia seorang mu’min, maka Alla akan melapangkan baginya kesempitan
pada hari kiamat. Dan barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka
Allah akan mempermudahnya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Barang siapa yang
menutupi sela seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya di dunia dan di
akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya tersebut
menolong saudaranya. (HR. Muslim)
Dari
hadits ini dapat di ambil beberapa poin penting, bahwa hak seorang muslim
terhadap muslim lainnya adalah :
7.
Memperhatikan
dan peduli terhadap kebutuhan dan kesusahannya.
Menutupi
aib atau kekurangan yang dimilikinya
Buah
Lain Dari Ukhuwah
Selain berbagai keistimewaan yang
telah digambarkan di atas, ukhuwah memilki nilai positif lain yang sangat luas,
yaitu akan dapat mewujudkan al-wihdah al-islamiyah (baca; persatuan
umat). Karena dengan adanya ukhuwah, setiap muslim tidak akan memandang
seseorang dari sukunya, bahasanya, negaranya, warna kulitnya, warna rambutnya,
organisasinya, partainya dan lain sebagainya. Namun ia akan melihat seseorang
dari segi aqidahnya. Siapapun ia, jika ia mentauhidkan Allah, beragamakan Islam,
bermanhajkan Al-Qur’an, berkiblatkan ka’bah, bersunahkan sunah Rasulullah SAW,
maka ia adalah saudaranya. Sehingga ia akan memandang bahwa di setiap daerah,
setiap wilayah atau bahkan di negara manapun yang di sana terdapat orang-orang
yang memperjuangkan kalimatullah, maka itu adalah negrinya. Dan setiap
muslim memiliki kewajiban untuk senantiasa menolong saudaranya di jalan Allah
SWT. Atau paling tidak, harus memiliki kepedulian terhadap kebutuhan dan
kesusahan yang dialami saudaranya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda
:
عَنْ
حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ لاَ يَهْتَمْ بِأَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ
مِنْهُمْ (رواه الطبراني)
Dari
Hudzaifah bin Yaman ra, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang tidak peduli
terhadap urusan kaum muslimin, maka bukanlah ia termasuk golongan mereka (kaum
muslimin).” (HR. Tabrani)
Adapun pada zaman sekarang ini,
berangkat dari ketiadaan ukhuwah, maka seolah tiada pula persatuan dan kesatuan
di kalangan umat Islam. Hampir setiap organisasi, kelompok, partai berpecah
belah satu dengan yang lainnya. Ini masih dalam satu negara, maka apatah lagi
jika sudah berbeda negara, berbeda warna kulit dan lain sebagainya. Kondisi
seperti ini diperparah lagi dengan adanya konspirasi kaum barat yang berusaha
untuk memecah belah kaum muslimin. Sehingga saat ini dapat dikatakan tidak ada
satu negara muslim pun yang secara politiknya mencoba untuk merealisasikan
ukhuwah dalam politik luar negrinya terhadap negara muslim lainnya. Padahal
ukhuwah merupakan bagian terpenting dari keimanan. Karena tiada kesempurnaan
iman tanpa adanya ukhuwah.
Penutup
Inilah sekelumit bahasan tentang
ukhuwah, yang tentunya kita semua harus berusaha untuk mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam skala individu, sosial, nasional, bahkan
internasional. Karena kita akan lemah tanpa adanya ukhuwah, sebaliknya kita akan
dapat kuat dan besar dengan merealisasikan ukhuwah dalam jiwa kita. Sementara,
ukhuwah merupakan buah dan konsekwensi logis dari keimanan kepada Allah SWT.
Dalam artian, bahwa ukhuwah mustahil direalisasikan tanpa memperdalam dan
memperkokoh keimanan.
Jadi, jalan yang harus ditempuh oleh
setiap muslim adalah memperkokoh keimanan dan mempertebal ketakwaan kepada Allah
SWT. Karena hal tersebut merupakan ‘pondasi’ dari ukhuwah, untuk kemudian
mencoba mengamalkan kiat-kiat Rasulullah SAW dalam mempertebal rasa ukhuwah
dalam diri kita masing-masing. Dan akhirnya, semoga Allah SWT menjadikan kita
sebagai orang-orang yang senantiasa dikuatkan keimanannya, dipererat ukhuwahnya
dan dijadikan sebagai hamba-hamba yang berhak mendapatkan sorga dari-Nya.
Amin..
Wallahu A’lam Bis
Shawab.
Bahan
Bacaan
Hamid,
Muhammad Abdul Halim. Sifat wa Sulukiyat Tarbawiyah. 1998 – 1419 H. Kairo
– Mesir : Dar al-Tauzi’ wa al-Nasyr al-islamiyah.
Jarror,
Husni Adham. Bercinta dan Bersaudara Karena Allah. 1993 – 1413 H. Cet.
VIII. Jakarta – Indonesia : Gema Insani Press.
Ulwan,
Abdullah Nasih. Al-Ukhuwah Al-Islamiyah. 1997 – 1417 H. Cet. VI. Kairo –
Mesir : Dar Al-Salam li al-Thaba’ah wa al-Nasyr wa
al-Tauzi’.
Al-Wakil,
Abdul Wahid. Buyutuna fi Ramadhan. 1997. Kairo – Mesir : Dar al-Tauzi wa
al-Nasyr al-Islamiyah.
CD.
ROM. Maushu’ah al-Hadits al-Syarif. Versi 2.00 : Syirkah al-Baramij
al-Islamiyah al-Dauliyah (Global Islamic Software Company)
CD.
ROM. Al-Qur’an Al-Karim. Versi 6.50 : Syirkah Sakhr Li Baramij al-Hasib
(1991 – 1997).
0 komentar:
Posting Komentar