Pembelajaran PAI Integratif
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai upaya meningkatkan kualitas kepribadian manusia, pendidikan nilai-nilai agama merupakan salah satu hal
yang tidak dapat ditinggalkan. Pendidikan
Agama Islam akan memberi warna bagi peningkatan iman dan takwa dalam
upaya mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini.
Keseimbangan antara kemajuan ilmu pengetahuan teknologi yang dibarengi dengan
kualitas iman dan takwa diharapkan menghasilkan cendekiawan muslim yang memiliki
rasa tanggung jawab dalam kehidupan dunia sebagai ranah menuju
pertanggungjawaban kehidupan akhirat.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilepaskan dari dimensi agama ataupun
sebaliknya, cenderung mensekularisasikan
nilai-nilai agama dengan berbagai kepentingan duniawi. Pemahaman
tersebut mengakibatkan adanya sikap yang mengarah pada pengambilan sekat atau
jarak untuk memberikan ruang yang berbeda antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu
pengetahuan, sehingga dilihat dari sudut pandang ini antara ilmu agama dan ilmu
pengetahuan sangat sulit disatukan dengan metode dan cara tertentu. Agama
dipahami hanya mengurusi wilayah-wilayah illahiyah dan ibadah- ibadah mahdah, sedangkan ilmu pengetahuan
dipahami berada di luar dimensi wilayah
keagamaan tersebut.
Oleh
karena itu, Pendidikan Agama Islam sudah selayaknya berjalan di atas ranah
kognitif dengan melibatkan ranah afektif dan psikomotorik. Peran yang dilakukan
oleh Pendidikan Agama Islam dalam dunia akademik tidak hanya diletakkan dalam
lingkup pembenaran ( context of justifcation ), melainkan yang lebih penting lagi
diletakkan dalam lingkup penemuan context
of discovery), visi baru ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dewasa
ini, permasalahan dunia pendidikan di Indonesia semakin kompleks.
Permasalahan-permasalahan itu sangat memprihatinkan. Salah satu contohnya
adalah kurangnya rasa kepedulian diantara pelajar dan masyarakat, mulai
bergesernya karakter, nilai, moral. Hal
ini disebabkan karena perubahan zaman dan globalisasi. Selain itu adanya
dikotomi antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang tercantum dalam agama.
Oleh
karena itu untuk mengatasi permasalahan-permasalah itu, pemerintah mulai
menyusun dan mengembangkan kurikulum berbasis karakter. Salah satu bentuk dari
pengembangan kurikulum tersebut adalah menggunakan model pembelajaran
Integratif termasuk dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Masih ada
beberapa civitas akademik baik itu siswa, guru, bahkan mahasiswa yang masih
belum mengerti pembelajaran integratif itu seperti apa. Berangkat dari ketidak
tahuan tersebut penulis mengambil sebuah judul yang terkait dengan pembelajaran
integratif dan lebih terfokus kepada Pendidikan Agama Islam yaitu PAI itegratif
dengan harapan untuk memberikan suatu informasi kepada pihak-pihak yang
terkait.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dipaparkan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan PAI Integratif?
2. Bagaimana konsep kurikulum PAI Integratif?
3. Bagaimana pendekatan dalam PAI Integratif?
4. Apa saja
konstribusi dari PAI Integratif?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang pembelajaran PAI
Integratif.
2. Untuk memahami konsep kurikulum PAI Integratif, dalam ranah pendidikan nasional.
3. Untuk memahami pendekatan yang di pakai saat proses pembelajran, melalui
konsep PAI Integratif.
4. Agar kita dapat dengan mudah dalam merealisasikan
PAI Integratif dalam pendidikan kita.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Berbicara integrasi, maka tidak terlepas dari interkoneksi. Kata integrasi di dalam kamus ilmiah populer mempunyai makna penyatuan, penggabungan, dan penyatuan menjadi satu-kesatuan yang utuh.[1]
Dikatakan struktur keilmuan integratif disini bukanlah berarti bahwa antar berbagai ilmu mengalami peleburan atau penggabungan menjadi satu bentuk ilmu identik, melainkan terpadunya karakter, corak, dan hakikat antara ilmu tersebut dalam semua kesatuan dimensinya. Sedangkan pendekatan interkonektif adalah terkaitnya satu pengetahuan dengan pengetahuan lain melalui satu hubungan yang saling menghargai.[2]
Integrasi
berasal dari kata “integer” yang berarti unit. Dengan integrasi dimaksud perpaduan, koordinasi, harmoni, kebulatan dan
keseluruhan. Pendekatan integratif dapat diartikan sebagai
penyatuan berbagai aspek ke dalam satu keutuhan yang padu. Pendekatan
Integratif atau terpadu adalah rancangan kebijaksanaan pengajaran bahasa dengan
menyajikan bahan-bahan pelajaran secara terpadu, yaitu dengan menyatukan,
menghubungkan, atau mengaitkan bahan pelajaran sehingga tidak ada yang berdiri
sendiri atau terpisah-pisah. Pendekatan terpadu terdiri dari dua macam : [3]
1.
Integratif
Internal
Yaitu
keterkaitan yang terjadi antar bahan pelajaran itu sendiri, misalnya pada waktu
pelajaran bahasa dengan fokus menulis kita bisa mengaitkan dengan membaca dan
mendengarkan juga.
2.
Integratif
Eksternal
Yaitu keterkaitan antara bidang studi yang satu
dengan bidang studi yang lain, misalnya bidang studi bahasa dengan sains dengan
tema lingkungan maka kita bisa meminta siswa/murid membuat karangan atau puisi
tentang banjir untuk pelajaran bahasanya untuk pelajaran sainsnya kita
bisa menghubungkan dengan reboisasi atau bisa juga pencemaran sungai.
Pendekatan pembelajaran terpadu adalah
seperangkat asumsi yang berisikan wawasan dan aktifitas berfikir dalam
merencanakan pembelajaran dengan memadukan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan
sebagai area isi kegiatan belajar mengajar. Fogarty dalam buku “How to
Integrate the curricula” menyatakan bahwa pembelajaran terpadu merupakan :
1.
The vertical
spiral represents the “spiraling” curricula built into most text materials as.
2.
The
horizontal band reprsents the breadth and depth of learning in a
given subject.
3.
The
circle represents the integration of skill, themes, concepts, and topicsaccros
dislipine
Pendidikan integratif adalah pendidikan yang mensatukan antara
materi pelajaran yang selama ini abstrak di awang-awang dijadikan konkret dan
relevan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pembelajaran terpadu (integrated
instruction merupakan suatu
sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun
kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistic, bermakna dan
autentik.[4]
Pendidikan Islam Integratif berupaya memadukan dua hal yang sampai saat ini masih diperlakukan secara dikotomik, yaitu mengharmoniskan kembali relasi wahyu-akal, dimana perlakuan secara
dikotomik terhadap keduanya telah mengakibatkan keterpisahan pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Pada dasarnya, Islam mengembangkan ilmu yang bersifat universal dan tidak mengenal dikotomi antara ilmu-ilmu.[5]
Secara normatif-konseptual
PAI Integratif dimaksud adalah memadukan ilmu agama dan umum dalam kurikulum
yang dilaksanakan di sekolah. Model ini persis sama dengan yang diterapkan
Departemen Agama dulu, sekarang dan mungkin sampai esok di semua sekolah dari
tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Tsanawiyah (MTs), dan Aliyah (MA). Integratif
adalah model yang dipopulerkan pada masa BJ Habibie berkuasa. Yaitu memadukan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (imtek) dan Imtak (Iman dan Takwa).
Realisasinya, memberikan nilai Agama Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist
pada setiap ilmu atau mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik.
Dalam praktek pembelajarannya, nilai-nilai keIslaman diintegrasikan
dalam semua mata pelajaran, misalnya dalam pembelajaran biologi, contohnya materi
tentang hereditas, dapat diintegrasikan dengan nilai yang terkandung dalam
surat An-Nisa’ ayat 23, kemudian materi mengenai aborsi dalam surat Al-An’am:
151, Al-Isro’: 31dan 38, dan lain-lain.
B. Kurikulum
PAI Integratif
Pembelajaran
PAI integratif merupakan sebuah pembelajaran yang memadukan antara ilmu agama
dan umum dalam kurikulum yang dilaksanakan di sekolah. Kurikulum sebagai salah
satu komponen pendidikan yang mengalami perubahan dan perbaikan secara simultan
dalam rangka merespon terhadap antisipasi dan tantangan di masa depan,
menawarkan salah satu bentuknya dengan mengayomi keberagaman anak dalam
pembelajaran,[6]
yaitu kurikulum integrasi. Dalam bentuk ini, kurikulum diintegrasikan (tidak
terpisah-pisah atau terpadu) dengan kehidupan nyata sehingga peserta didik
secara signifikan dapat meningkatkan pembelajarannya untuk kehidupan yang
sangat penting di dalam masyarakat.
Dengan melihat
uraian di atas, kurikulum dapat kita sebut juga sebagai sistem. Yang artinya
“kurikulum dipandang sebagai rencana dan pengaturan program pendidikan yang
didalamnya terdapat beberapa komponen atau bagian- bagian yang
saling mempengaruhi dan
mendukung serta membentuk
satu kesatuan yang tak terpisahkan.[7]
Penyusunan kurikulum
membutuhkan landasan-landasan yang
kuat didasarkan atas pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan
kurikulum harus mengikuti prinsip-prinsip tertentu yang menjadi bingkai agar
tidak keluar dari tujuan semula. Istilah “integratif” adalah nama salah satu
jenis kurikulum sebagai implikasi dan macam-macam desain kurikulum yang ada.
Dalam penyusunan kurikulum pai integratif, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan:
1.
Landasan penyusunan kurikulum
Nasution mengemukakan bahwa secara komulatif landasan penyusunan
kurikulum adalah :
a.
Landasan Filosofis
Pendidikan
berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan peserta didik
untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang
diinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah
yang menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan terdidik, apa isi pendidikan
dan bagaimana proses pendidikannya,
merupakan pertanyaan-pertanyaan yang
membutuhkan jawaban mendasar dan esensial yaitu jawaban filosofis.
Secara
harfiah filosofis (filsafat) berarti
cinta akan kebijakan- kebijakan (love of
wisdom) orang-orang belajar berfilsafat agar agar ia menjadi orang yang
mengerti dan berbuat bijak, untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara
baik, ia harus tahu atau berpengetahuan.9 Dalam
kajian filsafat terdapat
banyak aliran. Usaha-usaha pengembangan kurikulum tidak
dapat terlepas dari pengaruh aliran filsafat yang dianutnya.
Aliran-aliran filsafat pendidikan
yang mendasari pendidikan
termasuk dalam penyusunan kurikulum menurut Brameld, dapat Diklasifikasikan menjadi
empat aliran, yaitu
: progresifisme, esensialisme,
perenialisme dan rekonstruksionisme.[8]
Progresifisme berpendirian bahwa
manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar
untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau
mengancam keberadaan manusia dalam usahanya
untuk mengalami kemajuan
atau progres.[9] Karena itu ilmu pengetahuan yang dapat
menumbuhkan kemajuan atau progres adalah bagian yang utama dari kebudayaan.
b.
Landasan Psikologi
Manusia berbeda
dengan makhluk lainnya
karena kondisi psikologisnya.
Yang dimaksud kondisi psikologis adalah karakteristik psiki-fisik seseorang
sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam
interaksi dengan lingkungannya.[10]
Merujuk pada taksonomi jiwa yang
dikonsepsi oleh Blomm,
perilaku dapat diidentifikasikan
menjadi tiga, yakni perilaku kognitif, perilaku efektif dan perilaku
psikomotorik. Kondisi psikologis setiap individu berbeda karena perbedaan tahap
perkembangannya, latar belakang sosial budaya juga karena perbedaan
faktor-faktor yang dibawa dari lahir.
Perkembangan atau
kemajuan-kemajuan yang dialami
anak sebagian besar menjadi karena usaha belajar, baik melalui proses
imitasi, pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan maupun pemecahan
masalah. Cara belajar mengajar mana yang dapat memberikan hasil secara optimal
serta bagaimana proses pelaksanaannya membutuhkan studi yang sistimatik dan
mendalam. Studi yang
demikian merupakan bidang pengkajian dari psikologi belajar.[11]
Jadi minimal
ada dua bidang
psikologis yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu
psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan baik
di dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan
menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian.
1)
Psikologi Perkembangan
Psikologi
perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa
pertemuan sperma dengan sel telur sampai dengan dewasa.24 Dalam
pembahasan ini dapat
ditemukan prinsip-prinsip
perkembangan anak, pola
perkembangan anak serta
karakteristik individu pada tahap perkembangan tertentu.
Psikologi
perkembangan diperlukan terutama dalam menetapkan isi kurikulum yang diberikan
kepada siswa agar tingkat keluasaan dan kedalaman bahan pelajaran sesuai dengan
taraf perkembangan anak. Adanya jenjang atau tingkat pendidikan dalam sistem
persekolahan merupakan satu bukti bahwa psikologi perkembangan menjadi landasan
dalam pendidikan, khususnya
kurikulum. Psikologi perkembangan bermanfaat bagi penyesuaian isi
kurikulum agar sesuai dengan taraf perkembangan anak.
2)
Psikologi belajar
Secara tradisional,
belajar dianggap sebagai
menambah ilmu pengetahuan berarti
lebih mengutamakan aspek
intelektual. Dan biasanya belajar
ditempuh dengan jalan menghafal pelajaran.[12]
Pendapat lain mengatakan
bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku yang
terjadi melalui pengalaman.
Segala perubahan tingkah laku
baik yang berbentuk
kognitif, afektif maupun psikomotorik dan terjadi karena proses
pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar.[13]
Pengalaman adalah suatu interaksi, yakni aksi, dan reaksi antara individu
dengan lingkungan.
c.
Landasan Sosiologis
Kita
tahu bahwa pendidikan mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke masyarakat.
Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi memberikan bekal pengetahuan,
ketrampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan
lebih lanjut di masyarakat. Anak berasal dari
masyarakat, mendapat pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat
dan diarahkan bagi kehidupan dalam masyarakat pula. Oleh karena itu kehidupan
masyarakat, dengan segala karateristik dan kekayaan budayanya harus menjadi
landasan dan sekaligus acuan bagi
penyusunan kurikulum sebagai
rancangan pendidikan.
Artinya tujuan, isi,
maupun proses pendidikan
harus disesuaikan dengan sistem sosial budaya, lingkungan alam, serta sarana
dan prasarana yang ada.
d.
Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung maupun tidak langsung menuntut
perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung
perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi adalah memberikan isi atau materi yang akan
disampaikan dalam pendidikan dan mempengaruhi proses pendidikan. Pengaruh tak
langsung perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
adalah menyebabkan perkembangan masyarakat, dan
perkembangan masyarakat menimbulkan
problem- problem baru yang
menuntut pemecahan dengan
pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan
baru yang dikembangkan
dalam pendidikan.[14]
e.
Landasan Orgnisatoris
Landasan ini
berkenaan dengan masalah,
dalam bentuk yang bagaimana bahan pelajaran akan
disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah
diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, ataukah diusahakan
adanya hubungan secara lebih mendalam dengan menghapus segala batas-batas mata
pelajaran, jadi dalam bentuk kurikulum
yang terpadu. Ilmu
Jiwa Asosiasi yang berpendirian bahwa keseleruhan yang subject
centered, atau yang terpusat pada
mata pelajaran yang
dengan sendirinya akan
terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu jiwa gestalt lebih mengutamakan keseluruhan, karena keseluruhan itu lebih
bermakna dan relevan dengan kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran psikologi ini
lebih cenderung memilih kurikulum terpadu atau integrated curriculum.[15]
2.
Prinsip-prinsip kurikulum Pendidikan Agama Islam
Abdurrahman
an-Nahlawi, menjelaskan bahwa penyusunan kurikulum pendidikan agama islam harus
memenuhi prisip-prinsip:
a.
Selaras dengan fitrah insani sehingga memiliki peluang untuk
menyucikannya, menjaganya dari penyimpangan dan menyelamatkannya.
b.
Berorientasi pada tujuan
akhir. Implikasinya kurikulum
di arahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas,
dan taat beribadah kepada Allah.
c.
Memperhatikan periodesasi perkembangan peserta didik maupun
unisitasnya. Implikasinya pentahapan
serta pengkhususan kurikulum
hendaknya memperhatikan periodesasi perkembangan peserta didik
dan karaterisitk dalam
tahap perkembangan tersebut.
d.
Memelihara kebutuhan riil kehidupan masyarakat dengan tetap
bertopang pada jiwa
dan cita ideal
Islaminya. Implikasinya
kurikulum tersebut tetap
memperhatikan dan memelihara berbagai kepentingan
umat sesuai dengan
kondisi dan lingkungannya yang
dilimpahkan Allah. Struktur
kurikulum harus memperhatikan setiap aspek kebudyaan sepanjang tidak
bertentangan dengan Islam,
bahkan sebaliknya menunjang peningkatan umat dan perealisasian
syariat dan keadilan Allah.
e.
Terarah pada pencapaian
kesatuan jiwa umat.
Implikasinya kurikulum dan bebagai tingkat dan jenjang sekolah itu tidak
tampil secara berserakan dan saling bertentangan, melainkan
berkesinambungan secara urutan
dan keterpaduan secara terkoordinasi dan terintegrasi.
f.
Realistik, implikasinya kurikulum dilaksanakan sesuai situasi dan
kondisi.
g.
Fleksibel, implikasinya kurikulum disesuaikan dengan situasi dan
kondisi setempat serta mampu melayani perbedaan individual.
h.
Efisien dan efektif,
artinya kurikulum memungkinkan pelaksanaannya, mudah
ditangkap dan diserap
siswa serta membuahkan hasil yang
manfaat.
i.
Memperhatikan aspek amaliah Islami, artinya kurikulum dapat
mewujudkan seluruh rukun, syi’ar, metode pendidikan, ajaran dan adab Islami.
3.
Desain kurikulum
Desain
kurikulum adalah suatu pengorganisasian tujuan, isi serta proses belajar
yang akan diikuti
peserta didik pada
berbagai tahap perkembangan
pendidikan. Beberapa ahli menyebut isitilah ini dengan organisasi kurikulum.
Muhaimin menyatakan bahwa yang dimaksud dengan organisasi kurikulum
adalah struktur program
kurikulum yang berupa kerangka umum program-program
pendidikan atau pengajaran yang hendak disampaikan kepada peserta didik guna
tercapainya tujuan pendidikan atau pengajaran yang ditetapkan. Secara lebih
sederhana, Nasution merumuskan bahwa organisasi kurikulum adalah pola atau
bentuk bahan pelajaran disusun dan disampaikan kepada murid.[16]
Berdasarkan
pada apa yang menjadi “Fokus Pengajaran”, sekurang- kurangnya dikenal tiga pola
desain kurikulum[17],
yaitu :
a.
Subject Centered Design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.
b.
Learner Centered Design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa (minat dan
kebutuhan siswa).
c.
Problem Centered
Design, desain
kurikulum yang berpusat
pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat
4.
Konsep kurikulum Pendidikan Agama Islam Integratif
Kurikulum integratif yang dimaksud adalah bentuk kurikulum yang
benar-benar menghilangkan batas-batas antara
berbagai mata pelajaran.
Mata pelajaran-mata pelajaran
dilebur menjadi satu dan disajikan dalam bentuk unit. Dari pengertian
ini dan ciri-ciri unit sebagaimana telah dijelaskan di atas, mengimplikasikan
bahwa seluruh mata pelajaran dipelajari
secara simultan dalam
suatu waktu untuk memecahkan suatu masalah. Jadi faktor
yang menyatukan antara beberapa mata pelajaran adalah masalah tersebut.
C. Pendekatan
PAI Integratif
Dalam
implementasi pembelajaran pai integrasi, seorang guru akan mengintegrasikan
antara imtak dan iptek. Jadi seorang guru, dalam hal ini harus dapat membuat
peserta didik, senyaman mungkin dalam pembelajaran untuk menerima pelajaran
yang di berikan oleh seorang pendidik. Integrasi antara Imtak dan Iptek ini bisa
dilakukan apabila terdapat 3
hal: [18]
1.
terdapat materi-materi dalam
mata ajar yang
bersangkutan bertentangan dengan nilai/akidah agama. Penyajian materi
tersebut harus diluruskan sesuai dengan nilai/akidah agama.
2.
integrasi Imtak dan Iptek dilakukan apabila materi dari ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat mendukung peningkatan iman dan takwa.
3.
integrasi Imtak dan Iptek dapat dilakukan pada tataran filosofis
(dari segi tujuan dan visi mata ajar yang bersangkutan dikaitkan dengan
keimanan dan ketakwaan.
Model di atas
hanya sebuah referensi pola pembinaan nilai-nilai dan akhlak siswa di sekolah.
Pola yang integratif
sesungguhnya harus melibatkan
seluruh komponen pendidikan pada
satu kesatuan waktu pelaksanaan. Dalam kerangka tersebut ada lima komponen yang
harus diletakkan secara
sinergis oleh pihak
sekolah atau lembaga pendidikan dalam rangka membina
nilai-nilai pada diri siswa.
1. Optimalisasi pendidikan agama.
Perluasan
tanggung tawab pembinaan keimanan dan ketakwaan yang selama ini berada di
pundak guru agama, kini harus menjadi tugas semua guru dan komponen sekolah
lainnya. Tanggung jawab ini bukan
berarti bahwa guru-guru
lain harus mengajarkan
nilai-nilai keimanan dan ketakwaan dalam format mata ajar, namun
para guru di luar mata ajar agama harus
mendukung terciptanya pembelajaran yang menjadikan nilai keimanan dan ketakwaan
sebagai salah satu komponen, di samping bidang substansi mata ajar dan
kedalaman bidang keilmuan. Langkah ini dilakukan berdasarkan prinsip bahwa
dalam setiap mata ajar harus memuat tiga unsur secara terpadu, yaitu substansi
mata ajar yang bersangkutan, keilmuan dan nilai (value). Dalam kerangka inilah setiap mata ajar harus memiliki
nilai-nilai yang mendukung pembelajaran agama.
Perubahan
arah mata ajar agama harus dilakukan dengan menjadikan prilaku sebagai pusat perhatian.
Selama ini indikator keberhasilan pembelajar mata ajar agama lebih bersifat
kognisi. Dengan demikian, sangat mungkin terjadi di sebuah sekolah, di mana
para siswa mendapatkan nilai yang tinggi dalam mata ajar agama, tetapi problem
remaja juga semakin meningkat. Dalam konteks pembinaan keimanan dan ketakwaan
secara terpadu perlu
dilakukan perubahan pada
indikator keberhasilan, yang
dalam bentuk teknis adalah dengan cara mengubah sistem penilaian mata
ajar agama dengan lebih berorientasi pada perubahan prilaku siswa.
2. Integrasi imtak dan
iptek.
Cara ini
dilakukan dengan menganalisis pokok bahasan/sub pokok bahasan
dengan mempertanyakan apakah pokok bahasan/sub pokok bahasan
tersebut
mengandung/bermuatan nilai keimanan
dan ketakwaan atau apakah ada keterkaitan antara materi
bahasan tersebut dengan keimanan dan ketakwaan. Ada tiga kemungkinan yang
muncul:
a.
Mencatat pokok bahasan/sub pokok bahasan yang dinilai mempunyai
keterkaitan dengan keimanan dan ketakwaan.
b.
Bagi pokok bahasan/sub pokok bahasan tersebut yang mengandung
muatan keimanan dan ketakwaan (terdapat keterkaitan dengan keimanan dan
ketakwaan) perlu dirumuskan bagaimana
mengaitkan bahasan tersebut dengan nilai keimanan dan ketakwaan.
c.
Jika kemungkinan nilai keimanan dan ketakwaan yang berkait dengan
materi pokok bahasan/sub pokok bahasan.
3. Penciptaan situasi yang kondusif bagi pembinaan Imtak.
Indikator keberhasilan dalam penciptaan kondisi yang kondusif
antara lain:
a.
Terciptanya suasana yang harmonis, demokratis, dan komunikatif di
lingkungan sekolah yang didasari nilai- nilai
keimanan dan ketakwaan.
Untuk mencapai suasana
tersebut diperlukan pola hubungan yang saling menghargai baik di
dalam kelas maupun di luar kelas. Guru harus mengembangkan pola kemitraan
dengan murid, agar murid bisa berkomunikasi secara alamiah. Murid harus keluar
dari suasana “tahanan sekolah” melalui penciptaan situasi yang kondusif tadi.
b.
Terciptanya “aturan main” yang mengatur etika pergaulan dan
komunikasi yang harus dilaksanakan oleh semua komponen sekolah. Aturan yang
dibuat bukan hanya berlaku
untuk para siswa
saja, melainkan para
guru juga harus melaksanakan kegiatan tersebut.
Peraturan sekolah ini sifatnya mengikat bagi siapa saja dan pelanggaran
terhadap peraturan akan mendapatkan sanksi sesuai dengan peraturan tersebut.
c.
Tersedianya sarana yang mendukung suasana terciptanya nilai-nilai
keimanan dan ketakwaan. Para siswa harus dapat mengakses berbagai sumber
informasi yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan dalam dirinya.
Penciptaan
situasi yang kondusif ini dimulai dengan adanya kebijakan sekolah yang
mendukung dan memfasilitasi kegiatan-kegiatan keagamaan yang memungkinkan
bisa meningkatkan keimanan
dan ketakwaan para
siswa. Kegiatan keagamaan
yang dipandang dapat mendukung terciptanya situasi yang kondusif adalah
adanya kebijakan untuk shalat berjamaah bagi warga sekolah, shalat Jum’at di
sekolah, kegiatan membaca ayat al-Qur’an dibimbing oleh guru kelas
masing-masing, tersedianya sarana lain seperti bacaan islami, kaset islami,
gambar islami,dll.
Langkah
berikutnya adalah dengan memfungsikan masjid sekolah tidak hanya dipakai tempat
shalat, tetapi juga
dipakai untuk kegiatan-kegiatan lain
yang dapat meningkatkan keimanan
dan ketakwaan siswa,
misalnya pengajian siswa,
diskusi keagamaan, lomba keagamaan dll. Demikian pula keterlibatan
guru-guru nonpendidikan agama Islam dalam menciptakan lingkungan yang kondusif
sangat diperlukan.
4. kegiatan ektrakurikuler yang
mendukung imtak.
Indikator
keberhasilan mencakup:
a.
Terbentuknya organisasi-organisasi keislaman
di sekolah sebagai tempat
berkumpulnya dan bernaungnya berbagai kegiatan keagaman di sekolah.
b.
Terlaksananya kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah baik yang
sifatnya harian, bulanan, dan tahunan.
Kegiatan ektrakurikuler harus
diarahkan pada peningkatan
keimanan dan ketakwaan. Hal
ini bukan berarti
bahwa kegiatan ekstrakurikuler harus
mencakup kegiatan keagamaan saja
dengan mengabaikan kegiatan
lainnya. Kegiatan lain
yang bermanfaat bagi perkembangan minat dan bakat siswa harus pula
dikembangkan dan pembinaan keimanan dan ketakwaan harus masuk (inhern) di dalamnya. Mungkin saja
bentuk ektrakurikuler tersebut
bukan kegiatan keagamaan,
tetapi nilai-nilai yang dikandungnya dapat meningkatkan keimanan
dan ketakwaan siswa.
5. Kerjasama antara sekolah dengan orang tua/lingkungan masyarakat
Indikator keberhasilan
mencakup:
a.
Memiliki pola kerjasama
yang permanen antara sekolah
dengan orang tua
siswa dalam membina
keimanan dan ketakwaan siswa.
b.
Memiliki akses jaringan
dengan berbagai lembaga
sosial kemasyarakatan dan keagamaan dalam rangka membina keimanan dan
ketakwaan siswa di sekolah dan di masyarakat
Berdasarkan hasil survai bentuk usaha yang dilakukan dalam rangka
kerjasama sekolah dengan orang tua adalah
melibatkan orang tua dalam setiap kegiatan sekolah (50%), mengajak orang
tua dalam kegiatan rapat sekolah (25%), membantu menyelesaikan masyarkaat yang
melibatkan anaknya (25%). Sekolah melakukan kerjasama dengan berbabagi pihak yang
dianggap berkepentingan dengan pendidikan dan generasi muda. Kerjasama tersebut
dilakukan dalam berbagai bentuk seperti penyuluhan, pengabdian, kegiatan
sosial, menjaga keamanan sekitar sekolah dll.
D. Kontribusi
PAI Integratif
Pendidikan adalah sebuah usaha sadar dan terencana guna mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar seorang peserta didik secara aktif
dapat mengembangkan suatu potensi yang telah dimiliki dirinya untuk memiliki
suatu kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta sebuah keterampilan yang diperlukan oleh dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan yang ada disekolah lebih mengacu kepada suatu proses
penanaman nilai kepada setiap siswa, yang berupa tentang pemahan siswa terhadap
apa yang telah diperolehnya dibangku sekolah[19].
Dan dari pembelajaran disekolah inilah siswa akan mengerti tentang
mata pelajaran PAI yang sesungguhnya dan dapat mengatasi sebuah kesulitan
pembelajaran yang terdapat didalamya.
Di
dalam pengintegrasian
PAI dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan atau
pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep
dasar yang berkaitan. Maka sebuah tema yang diberikan dalam suatu
pembelajaran PAI merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik
tidak belajar konsep dasar secara parsial (berhubungan). Dengan demikian
pembelajaran PAI memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti
tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Dalam pembelajaran PAI tematik integratif,
tema yang dipilih berkenaan dengan nilai, moral dan akhlak. Dalam sebuah pembelajaran PAI intergratif ini
siswa nantinya ditutun untuk lebih bisa aktiv lagi dalam pelajaran dan lebih
bisa berfikir mendalam tentang mata pelajaran yang di berikan oleh seorang
guru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PAI Integratif
dimaksud adalah memadukan ilmu agama dan umum dalam kurikulum yang dilaksanakan
di sekolah. Dalam praktek
pembelajarannya, nilai-nilai keIslaman diintegrasikan dalam semua mata
pelajaran, misalnya dalam pembelajaran biologi, contohnya materi tentang
hereditas, dapat diintegrasikan dengan nilai yang terkandung dalam surat
An-Nisa’ ayat 23, kemudian materi mengenai aborsi dalam surat Al-An’am: 151,
Al-Isro’: 31dan 38, dan lain-lain.
Konsep kurikulum
Pendidikan Agama Islam Integratif adalah
bentuk kurikulum yang benar-benar menghilangkan batas-batas antara berbagai
mata pelajaran. Mata
pelajaran-mata pelajaran dilebur menjadi satu dan disajikan dalam
bentuk unit. Dari pengertian ini dan ciri-ciri unit sebagaimana telah
dijelaskan di atas, mengimplikasikan bahwa seluruh mata pelajaran
dipelajari secara simultan
dalam suatu waktu
untuk memecahkan suatu masalah. Jadi faktor yang menyatukan antara
beberapa mata pelajaran adalah masalah tersebut.
Dalam
implementasi pembelajaran pai integrasi, seorang guru akan mengintegrasikan
antara imtak dan iptek. Jadi seorang guru, dalam hal ini harus dapat membuat
peserta didik, senyaman mungkin dalam pembelajaran untuk menerima pelajaran
yang di berikan oleh seorang pendidik. Integrasi antara Imtak dan Iptek ini bisa
dilakukan apabila terdapat 3
hal: [20]
1.
terdapat materi-materi dalam
mata ajar yang
bersangkutan bertentangan dengan nilai/akidah agama. Penyajian materi
tersebut harus diluruskan sesuai dengan nilai/akidah agama.
2.
integrasi Imtak dan Iptek dilakukan apabila materi dari ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat mendukung peningkatan iman dan takwa.
3.
integrasi Imtak dan Iptek dapat dilakukan pada tataran filosofis
(dari segi tujuan dan visi mata ajar yang bersangkutan dikaitkan dengan
keimanan dan ketakwaan.
Di dalam pengintegrasian
PAI dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan atau
pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep
dasar yang berkaitan. Maka sebuah tema yang diberikan dalam suatu
pembelajaran PAI merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik
tidak belajar konsep dasar secara parsial (berhubungan). Dengan demikian
pembelajaran PAI memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin
pada berbagai tema yang tersedia. Dalam pembelajaran PAI tematik integratif,
tema yang dipilih berkenaan dengan nilai, moral dan akhlak. Dalam sebuah pembelajaran PAI intergratif ini
siswa nantinya ditutun untuk lebih bisa aktiv lagi dalam pelajaran dan lebih
bisa berfikir mendalam tentang mata pelajaran yang di berikan oleh seorang
guru.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M.
Amin,.
dkk. Kerangka Dasar Keilmuan dan Pengembangan Kurikulum UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Yogyakarta: Pokja Akademik UIN, 2006
Al –Barry, M.
Dahlan,. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: ARKOLA, 1994.
Barnadib,
Imam,. Filsafat Pendidikan:
Sistem dan Metode, Yogyakarta:
FIP IKIP. Yogyakarta, 1982
Nurgiantoro, Burhan,. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum,
Yogyakarta: BPFE, 1998
Rusman, Model-Model Pembelajaran
Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Sukmadinata,
Nana Syaodih,. Pengantar Kurikulum,
Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya. 1997
Syam,
Noor,. Filsafat Pendidikan dan Dasar
Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha
Nasional, 1986
Kosoema A,
Doni. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Dizaman Global.
Anshori, Dadang S.. Integratif
dalam meningkatkan keimanan dank e takwaan di sekolah. E-jurnal. Di Akses
pada hari sabtu. 19 April 2014. Jam 21.03
Musbir, 14 Pebruari 2013, Pendekatan
Integratif, http://musbir.blogspot.com, (Diakses pada 22 April 2014
Fauzi,
Muhamad,. Kurikulum
PAI yang Integratif. http://mufazi881.blogspot.com/2011/12/ kurikulum-pai-yang-integratif. html.
selasa 06-12-2011. Diakses pada hari jum’at 18 April 2014, jam 20.25
[2] M. Amin Abdullah, dkk. Kerangka Dasar Keilmuan dan
Pengembangan Kurikulum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (Yogyakarta: Pokja
Akademik UIN, 2006), hal. 26
[3] Musbir,
14 Pebruari 2013, Pendekatan Integratif, http://musbir.blogspot.com,
(Diakses pada 22 April 2014)
[4] Rusman, Model-Model
Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers,
2010), hal.254.
[6] Muhamad
Fauzi. Kurikulum PAI yang Integratif. http://mufazi881.blogspot.com/2011/12/
kurikulum-pai-yang-integratif.html. selasa 06-12-2011. Diakses pada hari
jum’at 18 April 2014, jam 20.25
[7] Burhan
Nurgiantoro, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum , (Yogyakarta: BPFE 1998), hlm. 9.
[8] Noor Syam, Filsafat
Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1986), hlm. 224.
[9] Imam
Barnadib, Filsafat Pendidikan:
Sistem dan Metode, (Yogyakarta: FIP IKIP.
Yogyakarta, 1982), hlm. 28.
[10] Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengantar Kurikulum,
Teori dan Praktek ,
(Bandung: Remaja Rosdakarya), 1997, hal. 45
[11] Ibid, hal.
46
[12] Nasution,
Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1994), hal. 59
[13] Nana
Syaodih Sukmadinata. Op. cit. Hal. 52
[14] Nana
Syaodih Sukmadinata, op. cit. hal. 78
[15] Nasution.
Op. cit. Hal. 14
[16] Nasution,
op. cit., hal. 176.
[17] Nana
Syaodih Sukmadinata, op. cit. 113
[18] Dadang S.
Anshori. Integratif dalam meningkatkan keimanan dank e takwaan di sekolah. E-jurnal.
Di Akses pada hari sabtu. 19 April 2014. Jam 21.03
[19] Doni
Kosoema A. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Dizaman Global, hal : 9
[20] Dadang S.
Anshori. Integratif dalam meningkatkan keimanan dank e takwaan di sekolah. E-jurnal.
Di Akses pada hari sabtu. 19 April 2014. Jam 21.03
0 komentar:
Posting Komentar