Senin, 13 April 2015

MAKALAH KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN


Pembelajaran PAI Integratif

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagai upaya meningkatkan kualitas kepribadian manusia, pendidikan nilai-nilai agama merupakan salah satu hal yang tidak dapat ditinggalkan. Pendidikan Agama Islam akan memberi warna bagi peningkatan iman dan takwa dalam upaya mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Keseimbangan antara kemajuan ilmu pengetahuan teknologi yang dibarengi dengan kualitas iman dan takwa diharapkan menghasilkan cendekiawan muslim yang memiliki rasa tanggung jawab dalam kehidupan dunia sebagai ranah menuju pertanggungjawaban kehidupan akhirat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilepaskan dari dimensi agama ataupun sebaliknya, cenderung mensekularisasikan nilai-nilai agama dengan berbagai kepentingan duniawi. Pemahaman tersebut mengakibatkan adanya sikap yang mengarah pada pengambilan sekat atau jarak untuk memberikan ruang yang berbeda antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu pengetahuan, sehingga dilihat dari sudut pandang ini antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan sangat sulit disatukan dengan metode dan cara tertentu. Agama dipahami hanya mengurusi wilayah-wilayah illahiyah dan ibadah- ibadah mahdah, sedangkan ilmu pengetahuan dipahami berada di luar  dimensi wilayah keagamaan tersebut.
Oleh karena itu, Pendidikan Agama Islam sudah selayaknya berjalan di atas ranah kognitif dengan melibatkan ranah afektif dan psikomotorik. Peran yang dilakukan oleh Pendidikan Agama Islam dalam dunia akademik tidak hanya diletakkan dalam lingkup pembenaran (         context of justifcation   ), melainkan yang lebih penting lagi diletakkan dalam lingkup penemuan context of discovery), visi baru ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dewasa ini, permasalahan dunia pendidikan di Indonesia semakin kompleks. Permasalahan-permasalahan itu sangat memprihatinkan. Salah satu contohnya adalah kurangnya rasa kepedulian diantara pelajar dan masyarakat, mulai bergesernya karakter,  nilai, moral. Hal ini disebabkan karena perubahan zaman dan globalisasi. Selain itu adanya dikotomi antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang tercantum dalam agama.
Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan-permasalah itu, pemerintah mulai menyusun dan mengembangkan kurikulum berbasis karakter. Salah satu bentuk dari pengembangan kurikulum tersebut adalah menggunakan model pembelajaran Integratif termasuk dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Masih ada beberapa civitas akademik baik itu siswa, guru, bahkan mahasiswa yang masih belum mengerti pembelajaran integratif itu seperti apa. Berangkat dari ketidak tahuan tersebut penulis mengambil sebuah judul yang terkait dengan pembelajaran integratif dan lebih terfokus kepada Pendidikan Agama Islam yaitu PAI itegratif dengan harapan untuk memberikan suatu informasi kepada pihak-pihak yang terkait.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dipaparkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan PAI Integratif?
2.      Bagaimana konsep kurikulum PAI Integratif?
3.      Bagaimana pendekatan dalam PAI Integratif?
4.      Apa  saja konstribusi dari PAI Integratif?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui tentang pembelajaran PAI Integratif.
2.      Untuk memahami konsep kurikulum PAI Integratif, dalam ranah pendidikan nasional.
3.      Untuk memahami pendekatan yang di pakai saat proses pembelajran, melalui konsep PAI Integratif.
4.      Agar kita dapat dengan mudah dalam merealisasikan PAI Integratif dalam pendidikan kita.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Berbicara integrasi, maka tidak terlepas dari interkoneksi. Kata integrasi di dalam kamus ilmiah populer mempunyai makna penyatuan, penggabungan, dan penyatuan menjadi satu-kesatuan yang utuh.[1] Dikatakan struktur keilmuan integratif disini bukanlah berarti bahwa antar berbagai ilmu mengalami peleburan atau penggabungan menjadi satu bentuk ilmu identik, melainkan terpadunya karakter, corak, dan hakikat antara ilmu tersebut dalam semua kesatuan dimensinya. Sedangkan pendekatan interkonektif adalah terkaitnya satu pengetahuan dengan pengetahuan lain melalui satu hubungan yang saling menghargai.[2]
Integrasi berasal dari kata “integer” yang berarti unit. Dengan integrasi dimaksud perpaduan, koordinasi, harmoni, kebulatan dan keseluruhan. Pendekatan integratif dapat diartikan sebagai penyatuan berbagai aspek ke dalam satu keutuhan yang padu. Pendekatan Integratif atau terpadu adalah rancangan kebijaksanaan pengajaran bahasa dengan menyajikan bahan-bahan pelajaran secara terpadu, yaitu dengan menyatukan, menghubungkan, atau mengaitkan bahan pelajaran sehingga tidak ada yang berdiri sendiri atau terpisah-pisah. Pendekatan terpadu terdiri dari dua macam : [3]
1.      Integratif Internal
Yaitu keterkaitan yang terjadi antar bahan pelajaran itu sendiri, misalnya pada waktu pelajaran bahasa dengan fokus menulis kita bisa mengaitkan dengan membaca dan mendengarkan juga.
2.      Integratif Eksternal
Yaitu keterkaitan antara bidang studi yang satu dengan bidang studi yang lain, misalnya bidang studi bahasa dengan sains dengan tema lingkungan maka kita bisa meminta siswa/murid membuat karangan atau puisi tentang banjir untuk pelajaran bahasanya untuk  pelajaran sainsnya kita bisa menghubungkan dengan reboisasi atau bisa juga pencemaran sungai.
Pendekatan pembelajaran terpadu adalah seperangkat asumsi yang berisikan wawasan dan aktifitas berfikir dalam merencanakan pembelajaran dengan memadukan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan sebagai area isi kegiatan belajar mengajar. Fogarty dalam buku “How to Integrate the curricula” menyatakan bahwa pembelajaran terpadu merupakan :
1.      The vertical spiral represents the “spiraling” curricula built into most text materials as.
2.      The horizontal band reprsents the breadth and depth of learning in a given subject. 
3.      The circle represents the integration of skill, themes, concepts, and topicsaccros dislipine
Pendidikan integratif adalah pendidikan yang mensatukan antara materi pelajaran yang selama ini abstrak di awang-awang dijadikan konkret dan relevan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pembelajaran terpadu (integrated instruction merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip keilmuan secara holistic, bermakna dan autentik.[4]
Pendidikan Islam Integratif berupaya memadukan dua hal yang sampai saat ini masih diperlakukan secara dikotomik, yaitu mengharmoniskan kembali relasi wahyu-akal, dimana perlakuan secara dikotomik terhadap keduanya telah mengakibatkan keterpisahan pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Pada dasarnya, Islam mengembangkan ilmu yang bersifat universal dan tidak mengenal dikotomi antara ilmu-ilmu.[5]
Secara normatif-konseptual PAI Integratif dimaksud adalah memadukan ilmu agama dan umum dalam kurikulum yang dilaksanakan di sekolah. Model ini persis sama dengan yang diterapkan Departemen Agama dulu, sekarang dan mungkin sampai esok di semua sekolah dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Tsanawiyah (MTs), dan Aliyah (MA). Integratif adalah model yang dipopulerkan pada masa BJ Habibie berkuasa. Yaitu memadukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (imtek) dan Imtak (Iman dan Takwa). Realisasinya, memberikan nilai Agama Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist pada setiap ilmu atau mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik.
Dalam praktek pembelajarannya, nilai-nilai keIslaman diintegrasikan dalam semua mata pelajaran, misalnya dalam pembelajaran biologi, contohnya materi tentang hereditas, dapat diintegrasikan dengan nilai yang terkandung dalam surat An-Nisa’ ayat 23, kemudian materi mengenai aborsi dalam surat Al-An’am: 151, Al-Isro’: 31dan 38, dan lain-lain.
B.     Kurikulum PAI Integratif
Pembelajaran PAI integratif merupakan sebuah pembelajaran yang memadukan antara ilmu agama dan umum dalam kurikulum yang dilaksanakan di sekolah. Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang mengalami perubahan dan perbaikan secara simultan dalam rangka merespon terhadap antisipasi dan tantangan di masa depan, menawarkan salah satu bentuknya dengan mengayomi keberagaman anak dalam pembelajaran,[6] yaitu kurikulum integrasi. Dalam bentuk ini, kurikulum diintegrasikan (tidak terpisah-pisah atau terpadu) dengan kehidupan nyata sehingga peserta didik secara signifikan dapat meningkatkan pembelajarannya untuk kehidupan yang sangat penting di dalam masyarakat.
Dengan melihat uraian di atas, kurikulum dapat kita sebut juga sebagai sistem. Yang artinya “kurikulum dipandang sebagai rencana dan pengaturan program pendidikan yang didalamnya terdapat beberapa komponen atau bagian- bagian  yang  saling  mempengaruhi  dan  mendukung  serta  membentuk  satu kesatuan yang tak terpisahkan.[7]
Penyusunan  kurikulum  membutuhkan  landasan-landasan  yang  kuat didasarkan atas pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum harus mengikuti prinsip-prinsip tertentu yang menjadi bingkai agar tidak keluar dari tujuan semula. Istilah “integratif” adalah nama salah satu jenis kurikulum sebagai implikasi dan macam-macam desain kurikulum yang ada. Dalam penyusunan kurikulum pai integratif, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

1.      Landasan penyusunan kurikulum
Nasution mengemukakan bahwa secara komulatif landasan penyusunan kurikulum adalah :
a.       Landasan Filosofis
Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Di dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapa pendidik dan terdidik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses pendidikannya,  merupakan  pertanyaan-pertanyaan  yang  membutuhkan jawaban mendasar dan esensial yaitu jawaban filosofis.
Secara harfiah filosofis (filsafat) berarti cinta akan kebijakan- kebijakan (love of wisdom) orang-orang belajar berfilsafat agar agar ia menjadi orang yang mengerti dan berbuat bijak, untuk dapat mengerti kebijakan dan berbuat secara baik, ia harus tahu atau berpengetahuan.9 Dalam  kajian  filsafat  terdapat  banyak  aliran.  Usaha-usaha pengembangan kurikulum tidak dapat terlepas dari pengaruh aliran filsafat yang  dianutnya.  Aliran-aliran  filsafat  pendidikan  yang  mendasari pendidikan termasuk dalam penyusunan kurikulum menurut Brameld, dapat  Diklasifikasikan  menjadi  empat  aliran,  yaitu  :  progresifisme, esensialisme, perenialisme dan rekonstruksionisme.[8] Progresifisme  berpendirian  bahwa  manusia  itu  mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam keberadaan manusia  dalam  usahanya  untuk  mengalami  kemajuan  atau  progres.[9]  Karena itu ilmu pengetahuan yang dapat menumbuhkan kemajuan atau progres adalah bagian yang utama dari kebudayaan. 

b.      Landasan Psikologi
Manusia  berbeda  dengan  makhluk  lainnya  karena  kondisi psikologisnya. Yang dimaksud kondisi psikologis adalah karakteristik psiki-fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksi dengan lingkungannya.[10] Merujuk pada taksonomi  jiwa  yang  dikonsepsi  oleh  Blomm,  perilaku  dapat diidentifikasikan menjadi tiga, yakni perilaku kognitif, perilaku efektif dan perilaku psikomotorik. Kondisi psikologis setiap individu berbeda karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang sosial budaya juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari lahir.
Perkembangan  atau  kemajuan-kemajuan  yang  dialami  anak sebagian besar menjadi karena usaha belajar, baik melalui proses imitasi, pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan maupun pemecahan masalah. Cara belajar mengajar mana yang dapat memberikan hasil secara optimal serta bagaimana proses pelaksanaannya membutuhkan studi yang sistimatik  dan  mendalam.  Studi  yang  demikian  merupakan  bidang pengkajian dari psikologi belajar.[11]
Jadi  minimal  ada  dua  bidang  psikologis  yang  mendasari pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan baik di dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian.
1)      Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan sperma dengan sel telur sampai dengan dewasa.24   Dalam  pembahasan  ini  dapat  ditemukan  prinsip-prinsip perkembangan  anak,  pola  perkembangan  anak  serta  karakteristik individu pada tahap perkembangan tertentu.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menetapkan isi kurikulum yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasaan dan kedalaman bahan pelajaran sesuai dengan taraf perkembangan anak. Adanya jenjang atau tingkat pendidikan dalam sistem persekolahan merupakan satu bukti bahwa psikologi perkembangan menjadi landasan dalam  pendidikan,  khususnya  kurikulum.  Psikologi  perkembangan bermanfaat bagi penyesuaian isi kurikulum agar sesuai dengan taraf perkembangan anak.

2)      Psikologi belajar
Secara  tradisional,  belajar  dianggap  sebagai  menambah  ilmu pengetahuan  berarti  lebih  mengutamakan  aspek  intelektual.  Dan biasanya belajar ditempuh dengan jalan menghafal pelajaran.[12] Pendapat  lain  mengatakan  bahwa  belajar  adalah  perubahan tingkah  laku  yang  terjadi  melalui  pengalaman.  Segala  perubahan tingkah  laku  baik  yang  berbentuk  kognitif,  afektif  maupun psikomotorik dan terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar.[13] Pengalaman adalah suatu interaksi, yakni aksi, dan reaksi antara individu dengan lingkungan.

c.       Landasan Sosiologis
Kita tahu bahwa pendidikan mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan, tetapi memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Anak berasal dari  masyarakat, mendapat pendidikan baik formal  maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan dalam masyarakat pula. Oleh karena itu kehidupan masyarakat, dengan segala karateristik dan kekayaan budayanya harus menjadi landasan dan sekaligus  acuan  bagi  penyusunan  kurikulum  sebagai  rancangan pendidikan.  Artinya  tujuan,  isi,  maupun  proses  pendidikan  harus disesuaikan dengan sistem sosial budaya, lingkungan alam, serta sarana dan prasarana yang ada.

d.      Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung maupun tidak langsung menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung  perkembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  adalah memberikan isi atau materi yang akan disampaikan dalam pendidikan dan mempengaruhi proses pendidikan. Pengaruh tak langsung perkembangan ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  adalah  menyebabkan  perkembangan masyarakat,  dan  perkembangan  masyarakat  menimbulkan  problem- problem  baru  yang  menuntut  pemecahan  dengan  pengetahuan, kemampuan  dan  ketrampilan  baru  yang  dikembangkan  dalam pendidikan.[14]

e.       Landasan Orgnisatoris
Landasan  ini  berkenaan  dengan  masalah,  dalam  bentuk  yang bagaimana bahan pelajaran akan disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, ataukah diusahakan adanya hubungan secara lebih mendalam dengan menghapus segala batas-batas mata pelajaran, jadi dalam  bentuk  kurikulum  yang  terpadu.  Ilmu  Jiwa  Asosiasi  yang berpendirian bahwa keseleruhan yang    subject centered, atau yang terpusat pada  mata  pelajaran  yang  dengan  sendirinya  akan  terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu jiwa       gestalt lebih mengutamakan keseluruhan, karena keseluruhan itu lebih bermakna dan relevan dengan kebutuhan anak dan masyarakat. Aliran psikologi ini lebih cenderung memilih kurikulum terpadu atau integrated curriculum.[15]

2.      Prinsip-prinsip kurikulum Pendidikan Agama Islam
Abdurrahman an-Nahlawi, menjelaskan bahwa penyusunan kurikulum pendidikan agama islam harus memenuhi prisip-prinsip:
a.       Selaras dengan fitrah insani sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya,   menjaganya         dari penyimpangan dan menyelamatkannya.
b.      Berorientasi  pada  tujuan  akhir.  Implikasinya  kurikulum  di arahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas, dan taat beribadah kepada Allah.
c.       Memperhatikan periodesasi perkembangan peserta didik maupun unisitasnya.  Implikasinya  pentahapan  serta  pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodesasi perkembangan peserta  didik  dan  karaterisitk  dalam  tahap  perkembangan tersebut.
d.      Memelihara kebutuhan riil kehidupan masyarakat dengan tetap bertopang  pada  jiwa  dan  cita  ideal  Islaminya.  Implikasinya kurikulum  tersebut  tetap  memperhatikan  dan  memelihara berbagai  kepentingan  umat  sesuai  dengan  kondisi  dan lingkungannya  yang  dilimpahkan  Allah.  Struktur  kurikulum harus memperhatikan setiap aspek kebudyaan sepanjang tidak bertentangan  dengan  Islam,  bahkan  sebaliknya  menunjang peningkatan umat dan perealisasian syariat dan keadilan Allah.
e.       Terarah  pada  pencapaian  kesatuan  jiwa  umat.  Implikasinya kurikulum dan bebagai tingkat dan jenjang sekolah itu tidak tampil secara berserakan dan saling bertentangan, melainkan berkesinambungan  secara  urutan  dan  keterpaduan  secara terkoordinasi dan terintegrasi.
f.       Realistik, implikasinya kurikulum dilaksanakan sesuai situasi dan kondisi.
g.      Fleksibel, implikasinya kurikulum disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat serta mampu melayani perbedaan individual.
h.      Efisien  dan  efektif,  artinya  kurikulum  memungkinkan pelaksanaannya,  mudah  ditangkap  dan  diserap  siswa  serta membuahkan hasil yang manfaat.
i.        Memperhatikan aspek amaliah Islami, artinya kurikulum dapat mewujudkan seluruh rukun, syi’ar, metode pendidikan, ajaran dan adab Islami.

3.      Desain kurikulum
Desain kurikulum adalah suatu pengorganisasian tujuan, isi serta proses  belajar  yang  akan  diikuti  peserta  didik  pada  berbagai  tahap perkembangan pendidikan. Beberapa ahli menyebut isitilah ini dengan organisasi kurikulum. Muhaimin menyatakan bahwa yang dimaksud dengan organisasi  kurikulum  adalah  struktur  program  kurikulum  yang  berupa kerangka umum program-program pendidikan atau pengajaran yang hendak disampaikan kepada peserta didik guna tercapainya tujuan pendidikan atau pengajaran yang ditetapkan. Secara lebih sederhana, Nasution merumuskan bahwa organisasi kurikulum adalah pola atau bentuk bahan pelajaran disusun dan disampaikan kepada murid.[16]
Berdasarkan pada apa yang menjadi “Fokus Pengajaran”, sekurang- kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum[17], yaitu :
a.       Subject Centered Design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.
b.      Learner Centered Design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa (minat dan kebutuhan siswa).
c.       Problem  Centered  Design,  desain  kurikulum  yang  berpusat  pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat

4.      Konsep kurikulum Pendidikan Agama Islam Integratif
Kurikulum integratif yang dimaksud adalah bentuk kurikulum yang benar-benar menghilangkan batas-batas antara  berbagai  mata  pelajaran.  Mata  pelajaran-mata  pelajaran  dilebur menjadi satu dan disajikan dalam bentuk unit. Dari pengertian ini dan ciri-ciri unit sebagaimana telah dijelaskan di atas, mengimplikasikan bahwa seluruh mata  pelajaran  dipelajari  secara  simultan  dalam  suatu  waktu  untuk memecahkan suatu masalah. Jadi faktor yang menyatukan antara beberapa mata pelajaran adalah masalah tersebut.

C.    Pendekatan PAI Integratif
Dalam implementasi pembelajaran pai integrasi, seorang guru akan mengintegrasikan antara imtak dan iptek. Jadi seorang guru, dalam hal ini harus dapat membuat peserta didik, senyaman mungkin dalam pembelajaran untuk menerima pelajaran yang di berikan oleh seorang pendidik. Integrasi antara Imtak dan Iptek ini bisa dilakukan apabila terdapat 3 hal: [18]

1.      terdapat  materi-materi  dalam  mata  ajar  yang  bersangkutan  bertentangan  dengan nilai/akidah agama. Penyajian materi tersebut harus diluruskan sesuai dengan nilai/akidah agama.
2.      integrasi Imtak dan Iptek dilakukan apabila materi dari ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mendukung peningkatan iman dan takwa.
3.      integrasi Imtak dan Iptek dapat dilakukan pada tataran filosofis (dari segi tujuan dan visi mata ajar yang bersangkutan dikaitkan dengan keimanan dan ketakwaan.
Model di atas hanya sebuah referensi pola pembinaan nilai-nilai dan akhlak siswa di  sekolah.  Pola  yang  integratif  sesungguhnya  harus  melibatkan  seluruh  komponen pendidikan pada satu kesatuan waktu pelaksanaan. Dalam kerangka tersebut ada lima komponen  yang  harus  diletakkan  secara  sinergis  oleh  pihak  sekolah  atau  lembaga pendidikan dalam rangka membina nilai-nilai pada diri siswa.
1.      Optimalisasi pendidikan agama.
Perluasan tanggung tawab pembinaan keimanan dan ketakwaan yang selama ini berada di pundak guru agama, kini harus menjadi tugas semua guru dan komponen sekolah lainnya. Tanggung jawab ini bukan  berarti  bahwa  guru-guru  lain  harus  mengajarkan  nilai-nilai  keimanan  dan ketakwaan dalam format mata ajar, namun para guru di luar  mata ajar agama harus mendukung terciptanya pembelajaran yang menjadikan nilai keimanan dan ketakwaan sebagai salah satu komponen, di samping bidang substansi mata ajar dan kedalaman bidang keilmuan. Langkah ini dilakukan berdasarkan prinsip bahwa dalam setiap mata ajar harus memuat tiga unsur secara terpadu, yaitu substansi mata ajar yang bersangkutan, keilmuan dan nilai (value). Dalam kerangka inilah setiap mata ajar harus memiliki nilai-nilai yang mendukung pembelajaran agama.
Perubahan arah  mata ajar agama  harus dilakukan dengan  menjadikan prilaku sebagai pusat perhatian. Selama ini indikator keberhasilan pembelajar mata ajar agama lebih bersifat kognisi. Dengan demikian, sangat mungkin terjadi di sebuah sekolah, di mana para siswa mendapatkan nilai yang tinggi dalam mata ajar agama, tetapi problem remaja juga semakin meningkat. Dalam konteks pembinaan keimanan dan ketakwaan secara  terpadu  perlu  dilakukan  perubahan  pada  indikator  keberhasilan,  yang  dalam bentuk teknis adalah dengan cara mengubah sistem penilaian mata ajar agama dengan lebih berorientasi pada perubahan prilaku siswa.
2.      Integrasi  imtak  dan  iptek.
Cara ini dilakukan  dengan  menganalisis pokok bahasan/sub pokok bahasan dengan mempertanyakan apakah pokok bahasan/sub pokok  bahasan  tersebut  mengandung/bermuatan  nilai  keimanan  dan  ketakwaan  atau apakah ada keterkaitan antara materi bahasan tersebut dengan keimanan dan ketakwaan. Ada tiga kemungkinan yang muncul:
a.       Mencatat pokok bahasan/sub pokok bahasan yang dinilai mempunyai keterkaitan dengan keimanan dan ketakwaan.
b.      Bagi pokok bahasan/sub pokok bahasan tersebut yang mengandung muatan keimanan dan ketakwaan (terdapat keterkaitan dengan keimanan dan ketakwaan) perlu dirumuskan  bagaimana mengaitkan bahasan tersebut dengan nilai keimanan dan ketakwaan.
c.       Jika kemungkinan nilai keimanan dan ketakwaan yang berkait dengan materi pokok bahasan/sub pokok bahasan.
3.      Penciptaan situasi yang kondusif bagi pembinaan Imtak.
Indikator keberhasilan dalam penciptaan kondisi yang kondusif antara lain:
a.       Terciptanya suasana yang harmonis, demokratis, dan komunikatif di lingkungan sekolah yang didasari nilai- nilai  keimanan  dan  ketakwaan.  Untuk  mencapai  suasana  tersebut  diperlukan  pola hubungan yang saling menghargai baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru harus mengembangkan pola kemitraan dengan murid, agar murid bisa berkomunikasi secara alamiah. Murid harus keluar dari suasana “tahanan sekolah” melalui penciptaan situasi yang kondusif tadi.
b.      Terciptanya “aturan main” yang mengatur etika pergaulan dan komunikasi yang harus dilaksanakan oleh semua komponen sekolah. Aturan yang dibuat bukan  hanya  berlaku  untuk  para  siswa  saja,  melainkan  para  guru  juga  harus melaksanakan kegiatan tersebut. Peraturan sekolah ini sifatnya mengikat bagi siapa saja dan pelanggaran terhadap peraturan akan mendapatkan sanksi sesuai dengan peraturan tersebut.
c.       Tersedianya sarana yang mendukung suasana terciptanya nilai-nilai keimanan dan ketakwaan. Para siswa harus dapat mengakses berbagai sumber informasi yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan dalam dirinya. 
Penciptaan situasi yang kondusif ini dimulai dengan adanya kebijakan sekolah yang mendukung dan memfasilitasi kegiatan-kegiatan keagamaan yang memungkinkan bisa  meningkatkan  keimanan  dan  ketakwaan  para  siswa.  Kegiatan  keagamaan  yang dipandang dapat mendukung terciptanya situasi yang kondusif adalah adanya kebijakan untuk shalat berjamaah bagi warga sekolah, shalat Jum’at di sekolah, kegiatan membaca ayat al-Qur’an dibimbing oleh guru kelas masing-masing, tersedianya sarana lain seperti bacaan islami, kaset islami, gambar islami,dll.
Langkah berikutnya adalah dengan memfungsikan masjid sekolah tidak hanya dipakai  tempat  shalat,  tetapi  juga  dipakai  untuk  kegiatan-kegiatan  lain  yang  dapat meningkatkan  keimanan  dan  ketakwaan  siswa,  misalnya  pengajian  siswa,  diskusi keagamaan, lomba keagamaan dll. Demikian pula keterlibatan guru-guru nonpendidikan agama Islam dalam menciptakan lingkungan yang kondusif sangat diperlukan.
4.      kegiatan  ektrakurikuler  yang  mendukung  imtak.
Indikator keberhasilan  mencakup:
a.       Terbentuknya  organisasi-organisasi  keislaman  di  sekolah sebagai tempat berkumpulnya dan bernaungnya berbagai kegiatan keagaman di sekolah.
b.      Terlaksananya kegiatan-kegiatan keagamaan di sekolah baik yang sifatnya harian, bulanan, dan tahunan.
Kegiatan  ektrakurikuler  harus  diarahkan  pada  peningkatan  keimanan  dan ketakwaan.  Hal  ini  bukan  berarti  bahwa  kegiatan  ekstrakurikuler  harus  mencakup kegiatan  keagamaan  saja  dengan  mengabaikan  kegiatan  lainnya.  Kegiatan  lain  yang bermanfaat bagi perkembangan minat dan bakat siswa harus pula dikembangkan dan pembinaan keimanan dan ketakwaan harus masuk (inhern) di dalamnya. Mungkin saja bentuk  ektrakurikuler  tersebut  bukan  kegiatan  keagamaan,  tetapi  nilai-nilai  yang dikandungnya dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan siswa.

5.      Kerjasama antara sekolah dengan orang tua/lingkungan masyarakat
Indikator  keberhasilan  mencakup:
a.       Memiliki  pola  kerjasama  yang permanen  antara  sekolah  dengan  orang  tua  siswa  dalam  membina  keimanan  dan ketakwaan  siswa.
b.      Memiliki  akses  jaringan  dengan  berbagai  lembaga  sosial kemasyarakatan dan keagamaan dalam rangka membina keimanan dan ketakwaan siswa di sekolah dan di masyarakat
Berdasarkan hasil survai bentuk usaha yang dilakukan dalam rangka kerjasama sekolah dengan orang tua adalah melibatkan orang tua dalam setiap kegiatan sekolah (50%), mengajak orang tua dalam kegiatan rapat sekolah (25%), membantu menyelesaikan masyarkaat yang melibatkan anaknya (25%).  Sekolah  melakukan kerjasama dengan berbabagi pihak yang dianggap berkepentingan dengan pendidikan dan generasi muda. Kerjasama tersebut dilakukan dalam berbagai bentuk seperti penyuluhan, pengabdian, kegiatan sosial, menjaga keamanan sekitar sekolah dll.

D.    Kontribusi PAI Integratif
Pendidikan adalah sebuah usaha sadar dan terencana guna mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar seorang peserta didik secara aktif dapat mengembangkan suatu potensi yang telah dimiliki dirinya untuk memiliki suatu kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta sebuah keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan yang ada disekolah lebih mengacu kepada suatu proses penanaman nilai kepada setiap siswa, yang berupa tentang pemahan siswa terhadap apa yang telah diperolehnya dibangku sekolah[19].
Dan dari pembelajaran disekolah inilah siswa akan mengerti tentang mata pelajaran PAI yang sesungguhnya dan dapat mengatasi sebuah kesulitan pembelajaran yang terdapat didalamya.
Di dalam pengintegrasian PAI dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan atau pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan. Maka sebuah tema yang diberikan dalam suatu pembelajaran PAI merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial (berhubungan). Dengan demikian pembelajaran PAI memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Dalam pembelajaran PAI tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan dengan nilai, moral dan akhlak. Dalam sebuah pembelajaran PAI intergratif ini siswa nantinya ditutun untuk lebih bisa aktiv lagi dalam pelajaran dan lebih bisa berfikir mendalam tentang mata pelajaran yang di berikan oleh seorang guru.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
PAI Integratif dimaksud adalah memadukan ilmu agama dan umum dalam kurikulum yang dilaksanakan di sekolah. Dalam praktek pembelajarannya, nilai-nilai keIslaman diintegrasikan dalam semua mata pelajaran, misalnya dalam pembelajaran biologi, contohnya materi tentang hereditas, dapat diintegrasikan dengan nilai yang terkandung dalam surat An-Nisa’ ayat 23, kemudian materi mengenai aborsi dalam surat Al-An’am: 151, Al-Isro’: 31dan 38, dan lain-lain.
Konsep kurikulum Pendidikan Agama Islam Integratif adalah bentuk kurikulum yang benar-benar menghilangkan batas-batas antara  berbagai  mata  pelajaran.  Mata  pelajaran-mata  pelajaran  dilebur menjadi satu dan disajikan dalam bentuk unit. Dari pengertian ini dan ciri-ciri unit sebagaimana telah dijelaskan di atas, mengimplikasikan bahwa seluruh mata  pelajaran  dipelajari  secara  simultan  dalam  suatu  waktu  untuk memecahkan suatu masalah. Jadi faktor yang menyatukan antara beberapa mata pelajaran adalah masalah tersebut.
Dalam implementasi pembelajaran pai integrasi, seorang guru akan mengintegrasikan antara imtak dan iptek. Jadi seorang guru, dalam hal ini harus dapat membuat peserta didik, senyaman mungkin dalam pembelajaran untuk menerima pelajaran yang di berikan oleh seorang pendidik. Integrasi antara Imtak dan Iptek ini bisa dilakukan apabila terdapat 3 hal: [20]
1.      terdapat  materi-materi  dalam  mata  ajar  yang  bersangkutan  bertentangan  dengan nilai/akidah agama. Penyajian materi tersebut harus diluruskan sesuai dengan nilai/akidah agama.
2.      integrasi Imtak dan Iptek dilakukan apabila materi dari ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mendukung peningkatan iman dan takwa.
3.      integrasi Imtak dan Iptek dapat dilakukan pada tataran filosofis (dari segi tujuan dan visi mata ajar yang bersangkutan dikaitkan dengan keimanan dan ketakwaan.
Di dalam pengintegrasian PAI dilakukan dalam dua hal, yaitu integrasi sikap, keterampilan atau pengetahuan dalam proses pembelajaran dan integrasi berbagai konsep dasar yang berkaitan. Maka sebuah tema yang diberikan dalam suatu pembelajaran PAI merajut makna berbagai konsep dasar sehingga peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial (berhubungan). Dengan demikian pembelajaran PAI memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia. Dalam pembelajaran PAI tematik integratif, tema yang dipilih berkenaan dengan nilai, moral dan akhlak. Dalam sebuah pembelajaran PAI intergratif ini siswa nantinya ditutun untuk lebih bisa aktiv lagi dalam pelajaran dan lebih bisa berfikir mendalam tentang mata pelajaran yang di berikan oleh seorang guru.






DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin,. dkk. Kerangka Dasar Keilmuan dan Pengembangan Kurikulum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Yogyakarta: Pokja Akademik UIN, 2006
Al Barry, M. Dahlan,. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: ARKOLA, 1994.
Barnadib, Imam,. Filsafat  Pendidikan:  Sistem  dan  Metode, Yogyakarta: FIP IKIP. Yogyakarta, 1982
Nurgiantoro, Burhan,.  Dasar-dasar  Pengembangan  Kurikulum, Yogyakarta: BPFE, 1998
Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Sukmadinata, Nana Syaodih,. Pengantar  Kurikulum,  Teori  dan  Praktek, Bandung:  Remaja Rosdakarya. 1997
Syam, Noor,. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986
Kosoema A, Doni. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Dizaman Global.
Anshori, Dadang S.. Integratif dalam meningkatkan keimanan dank e takwaan di sekolah. E-jurnal. Di Akses pada hari sabtu. 19 April 2014. Jam 21.03
Musbir, 14 Pebruari 2013, Pendekatan Integratif, http://musbir.blogspot.com, (Diakses pada 22 April 2014
Fauzi, Muhamad,. Kurikulum PAI yang Integratif. http://mufazi881.blogspot.com/2011/12/ kurikulum-pai-yang-integratif. html. selasa 06-12-2011. Diakses pada hari jum’at 18 April 2014, jam 20.25






[1] M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: ARKOLA, 1994), hal. 270.
[2] M. Amin Abdullah, dkk. Kerangka Dasar Keilmuan dan Pengembangan Kurikulum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN, 2006), hal. 26
[3] Musbir, 14 Pebruari 2013, Pendekatan Integratif, http://musbir.blogspot.com, (Diakses pada 22 April 2014)
[4] Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal.254.
[5] M. Amin Abdullah, Op.cit. hal. 19.
[6] Muhamad Fauzi. Kurikulum PAI yang Integratif. http://mufazi881.blogspot.com/2011/12/ kurikulum-pai-yang-integratif.html. selasa 06-12-2011. Diakses pada hari jum’at 18 April 2014, jam 20.25
[7] Burhan Nurgiantoro,         Dasar-dasar  Pengembangan  Kurikulum        , (Yogyakarta: BPFE 1998), hlm. 9.
[8] Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hlm. 224.
[9] Imam Barnadib, Filsafat  Pendidikan:  Sistem  dan  Metode, (Yogyakarta: FIP IKIP. Yogyakarta, 1982), hlm. 28.
[10] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengantar  Kurikulum,  Teori  dan  Praktek                , (Bandung: Remaja Rosdakarya), 1997, hal. 45
[11] Ibid, hal. 46

[12] Nasution, Asas-asas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 59
[13] Nana Syaodih Sukmadinata. Op. cit. Hal. 52
[14] Nana Syaodih Sukmadinata,            op. cit. hal. 78
[15] Nasution. Op. cit. Hal. 14
[16] Nasution, op. cit., hal. 176.
[17] Nana Syaodih Sukmadinata, op. cit. 113
[18] Dadang S. Anshori. Integratif dalam meningkatkan keimanan dank e takwaan di sekolah. E-jurnal. Di Akses pada hari sabtu. 19 April 2014. Jam 21.03
[19] Doni Kosoema A. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Dizaman Global, hal : 9
[20] Dadang S. Anshori. Integratif dalam meningkatkan keimanan dank e takwaan di sekolah. E-jurnal. Di Akses pada hari sabtu. 19 April 2014. Jam 21.03

0 komentar:

Posting Komentar